Minggu, 10 Agustus 2008

Perlu Telaah Tambo Soal Fungsionalisasi Tanah Masyarakat Minang

Senin, 15 November 2004
Buana Katulistiwa- Tambo, hikayat yang menceritakan adat istiadat Minangkabau, yang aslinya ditulis dengan huruf Arab Pegon berbahasa Melayu, disamping kaya dengan nuansa sastra, sebenarnya juga merupakan sumber pemahaman pola fungsionalisasi tanah masyarakat Minang, yang berguna bagi pengetahuan pola penggunaan tanah masa kini.

Konon, asal muasal masyarakat Minang berasal dari keturunan dari masyarakat yang berasal dari Pariangan (kaki gunung Merapi). Dari kaki gunung ini, menurut Tambo Luhak nan Tigo, turun ke Padang Panjang kemudian menyebar ke Luhak Tanah Datar membentuk Taratak dan menyebar lebih luas di wilayah Luhak 50 Koto Dan Akhirnya meluas ke wilayah yang disebut wilayah rantau (di luar Luhak nan Tigo = Padang PanjangTanah Datar dan 50 Koto) sampai seluruh dunia.
Luhak secara harfiah berarti sumur, Luak secara harfiah berarti sumur dangkal keyataan geografis menurut interpretasi pengertian Luhak berarti lembah yang luas atau secara geomorfologi graben semangko di bagian tengah sumatera (sekarang wilayah graben yang terdapat gunung Merapi, gunung Melintang, gunung Sago. Wilayah ini merupakan asal muasal anak pianaknya masyarakat Minang (yang asli). Diluar ini dikatakan Minang Rantau.
Di Luhak nan Tigo inilah masih kental adat istiadat Minang dengan hukum adatnya, peruntukan lahannya, keistimewaan rumah gadangnya dan sistim kekerabatannya yang materialkhal (berorientasi ke Ibu). Keterkaitan dengan penelitian terakhir kalau dicarikan pembenarannya mengapa keibuan ternyata pemberi gen kekal adalah dari gen Ibu (Sangkot Marjuki, 2002).
Taratak merupakan penyebutan komunitas masyarakat Minang tahap awal dan hanya terdapat satu suku di bagian Luhak nan tigo. Jika Taratak berkembang maka dia akan menjadi sebuah jorong. Jorong merupakan perkembangan dari Taratak dan terdapat beberapa suku. Jika makin berkembang lagi, maka akan menjadi sebuah Nagari yang lengkap dengan lembaga yang dipimpin oleh Wali Nagari yang mengatur adat istiadat Minang.
Ada sumber lain yang menyebutkan bahwa suatu komunitas masih dalam level Jorong jika rumah gadangnya terbatas dan belum masih menginduk di dalam Nagari di dekatnya. Nagari boleh dikatakan terdiri dari beberapa Jorong.Dan kelengkapan sebuah Nagari secara kebudayaan materi terdapat Rumah Gadang Wali Nagari, ada Medan nan Bapaneh (tempat pertemuan wali nagari beserta perangkatnya dalam memerintah masyarakatnya).
Masing-masing Jorong memiliki wilayah Pandam (kuburan resmi menurut adat setiap suku di jorong tersebut). Batas wilayah nagari bisa menyusut jika jorong anggotanya sudah memenuhi syarat sebagai Nagari. Di sini tersirat tatabatas kanagarian boleh dikatakan dinamis secara keruangan.
Ada yang Unik terjadi di Nagarinagari tersebut mereka tidak mau dikatakan termasuk di dalam kewenangan kerajaan Pagarruyung. Mereka mengatakan nagari mereka berdiri sendiri (otonomi) tidak ada campur tangan dalam pelaksanaan adat nagari.
Hanya setiap nagari mengakui keberadaan Pagarruyung hanya membayar upeti saja sebagai kewajiban, seperti sistim federasi menurut peneliti Jepang.
Telaah Tambo jika kita dipahami dapat diketahui mengenai peruntukan atau fungsional setiap jengkal tanah yang sudah diatur kesesuaiannya. Interpretasi kasar : tanah berlereng untuk bambu, tanah berair untuk sawah padi, tanah keras dan padat untuk perumahan, tanah luas berumput untuk pengembalaan, tanah becek untuk beternak itik, tanah tinggi untuk pandam, tanah gunung untuk hutan, dan seterusnya.
Perlu dilakukan Bedah Tambo atau diusulkan Kaji Tambo yang melibatkan Geografer dan ahliahli lain, dimana selama ini selalu oleh para sastrawan sehingga ketajaman istilah yang digunakan pada saat tambo ditulis yang notabene yang sangat lekat dengan tandatanda ("teks") alam kurang mendapatkan penekanan interpretasi. (tq)

http://www.geografiana.com/nasional/budaya/tambo-fungsionalisasi-tanah-minang-3

Tidak ada komentar:

Link

Pemberian tahu!

  • Selamat kepada Nurhasni, Alumni Sastra Minangkabau Angkatan 2000 yang telah memperoleh beasiswa dari FORD FOUNDATION INTERNATIONAL FELLOWSHIPS PROGRAM DI INDONESIA , untuk melanjutkan program Masternya. Semoga selalu berjaya!
  • Selamat kepada Ibu Drs. Zuriati, M. Hum sudah diterima di Universitas Indonesia untuk melanjutkan program Doktor, semoga jalannya selalu dilapangkan oleh Allah SWT.Amin!
  • selamat kepada Hasanadi. SS, telah diterima di Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional

Blog Alternatif

Siapakah Peneliti Melayu Yang Paling Anda Kagumi?

Istana

Istana
Rumah Kami
Powered By Blogger

Arsip Blog

Mengenai Saya

Foto saya
Pariaman, Sumatra Barat, Indonesia
SEMOGA TULISAN TERSEBUT BERMANFAT BAGI PEMBACA, DILARANG KERAS MENGUTIP BAIK KATA-KATA, MAUPUN MENCIPLAK KARYA TERSEBUT, KARENA HAL TERSEBUT ADALAH PENGHIANATAN INTELEKTUAL YANG PALING PARAH DI DUNIA INI, KECUALI MENCANTUMKAN SUMBERNYA.

Bagimana Penilaian Anda tentang Blog ini?

Cari Blog Ini

Daftar Blog Saya

Pengikut

Sastra Minangkabau Headline Animator

SEJARAH MARXIS INDONESIA

UNIVERSITAS

GEDUNG KESENIAN DAN TEATER

LOVE

Al-Qur'an dan Al-Hadist


Tan Malaka

1897 - 1949

1921 SI Semarang dan Onderwijs

1925 Menuju Republik Indonesia (Naar de 'Republiek Indonesia')

1926 Semangat Muda

Aksi Massa

1943 Madilog

1945 Manifesto Jakarta

Politik

Rencana Ekonomi Berjuang

Muslihat

1946 Thesis

1948 Islam Dalam Tinjauan Madilog

Pandangan HidupKuhandel di Kaliurang

GERPOLEK (GERilya - POLitik - EKonomi)

Proklamasi 17-8-1945, Isi dan Pelaksanaannya

Tan Malaka (1921)

Sumber: Yayasan Massa, terbitan tahun 1987

Kontributor: Diketik oleh Abdul, ejaan diedit oleh Ted Sprague (Juni 2007)

Kekuasaan Kaum – Modal Berdiri atas didikan yang berdasar kemodalan.
Kekuasaan Rakyat hanyalah bisa diperoleh dengan didikan kerakyatan.

Kata Pengantar Penerbit

Lagi sebuah buku kecil (brosur) Tan Malaka berjudul “SI Semarang dan Onderwijs”, yang ejaan lama telah kita sesuaikan dengan ejaan baru, dan juga telah kita tambah dengan daftar arti kata-kata asing hal 34-36.

Brosur ini diterbitkan di Semarang pada tahun 1921 oleh Serikat Islam School (Sekolah Serikat Islam). Karya pendek Tan Malaka ini sudah termasuk: “Barang Langka”. Brosur ini merupakan pengantar sebuah buku yang pada waktu itu akan ditulis oleh Tan Malaka tentang sistem pendidikan yang bersifat kerakyatan, dihadapkan pada sistem pendidikan yang diselenggarakan kaum penjajah Belanda. Bagaimana nasib niat Tan Malaka untuk menulis buku tentang pendidikan merakyat itu, kami sebagai penerbit kurang mengetahuinya. Mungkin Tan malaka tidak sempat lagi menulisnya karena tidak lama kemudian beliau dibuang oleh penjajah Belanda karena kegiatan perjuangannya dan sikapnya yang tegar anti kolonialisme, imperialisme dan kapitalisme. Terserah kepada penelitan sejarah Bangsa Indonesia nantinya untuk menelusuri perkara ini. Yang jelas tujuan Tan Malaka dalam pendidikan ialah menciptakan suatu cara pendidikan yang cocok dengan keperluan dan cita-cita Rakyat yang melarat !

Dalam hal merintis pendidikan untuk Rakyat miskin pada zaman penjajahan Belanda itu, tujuan utama adalah usaha besar dan berat mencapai Indonesia Merdeka. Tan Malaka berkeyakinan bahwa “Kemerdekaan Rakyat Hanyalah bisa diperoleh dengan DIDIKAN KERAKYATAN” menghadapi “Kekuasan Kaum Modal yang berdiri atas DIDIKAN YANG BERDASARKAN KEMODALAN”.

Jadi, usaha Tan Malaka secara aktif ikut merintis pendidikan kerakyatan adalah menyatu dan tidak terpisah dari usaha besar memperjuangkan kemerdekaan sejati Bangsa dan Rakyat Indonesia.

Untuk sekedar mengetahui latar-belakang mengapa Tan Malaka sebagai seorang pejuang besar dan revolusioner itu sadar dan dengan ikhlas terjun dalam dunia pendidikan pergerakan Islam seperti Sarekat Islam ? Tidak lain karena keyakinannya bahwa kekuatan pendorong pergerakan Indonesia itu adalah seluruh lapisan dan golongan Rakyat melarat Indonesia, tidak perduli apakah ia seorang Islam, seorang nasionalis ataupun seorang sosialis.

Seluruh kekuatan Rakyat ini harus dihimpun dan disatukan untuk menumbangkan kolonialisme Belanda di Tanah Air kita. Persatuan ini harus di tempat di kawah candradimukanya perjuangan menumbangkan kolonialisme dan imperialisme. Inilah mengapa Tan Malaka pun tidak ragu-ragu dan secara ikhlas terjun dalam dunia pendidikan masyarakat Islam. Dalam lingkungan pendidikan Serikat Islam yang merupakan pergerakan rakyat yang hebat pada waktu itu. Jangan pula dilupakan bahwa usia Tan Malaka pada waktu itu masih sangat muda.

Memasuki ISI dari karya pendek Tan Malaka ini, dikemukakan oleh Tan Malaka TIGA TUJUAN pendidikan dan kerakyatan sebagai berikut :

1. Pendidikan ketrampilan/Ilmu Pengetahuan seperti : berhitung, menulis, ilmu bumi, bahasa dsb. Sebagai bekal dalam penghidupan nanti dalam masyarakat KEMODALAN.
2. Pendidikan bergaul/berorganisasi serta berdemokrasi untuk mengembangkan kepribadian yang tangguh, kepercayaan pada diri sendiri, harga diri dan cinta kepada rakyat miskin.
3. Pendidikan untuk selalu berorientasi ke bawah.

Si Kromo, si-Marhaen, si-Murba tanpa memandang kepercayaan agama, keyakinan dan kedudukan mereka, dalam hal ini termasuk golongan-golongan rakyat miskin lainnya.

Ketiga TUJUAN pendidikan kerakyatan tersebut telah dirintis oleh Tan Malaka dan para pemimpin Rakyat lainnya seperti Ki Hajar Dewantara, Muhammadiyah, pesantren-pesantren Nahdatul Ulama, SI dsb. Semua usaha, pengorbanan mereka itu tidak sedikit sahamnya dalam Pembangunan Bangsa/National Building dan dalam membangkitkan semangat perjuangan memerdekakan Rakyat Indonesia dari belenggu penjajahan. Merek atelah memberikan yang terbaik dalam hidup mereka kepada Bangsa dan Rakyat Indonesia. Mereka telah tiada, tetapi jiwanya yang menulis, jiwa-besar mereka, pikiran-pikirannya yang agung akan tetap hidup sepanjang zaman.

Akhir kata dikutip di bawah ini ucapan tokoh besar pergerakan kemerdekaan dan pemimpin besar Presiden Amerika Serikat ABRAHAM LINCOLN sebagai berikut :

“WE MUST FIRST KNOW WHAT WE ARE, WHERE WE ARE AND WHERE WE ARE GOING, BEFORE SAYING WHAT TO DO AND HOW TO DO IT”

”Pertama-tama harus diketahui Apa kita, dan Dimana Kita serta Kemana Kita akan pergi, sebelum mengatakan apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukanya”.

Penerbit,

Yayasan Massa, 1987