Kamis, 27 Desember 2007

ALEK NAGARI UPAYA PELESTARIAN SENI TRADISI

Oleh M. Yunis**

Banyak orang mengemukakan pengaruh budaya luar mengalahkan eksistensinya kesenian tradisi, tapi tidak begitu halnya dengan seni tradisi yang ada di Kabupaten Padang-Pariaman. Acara alek nagari yang hingga sekarang masih diadakan oleh masing-masing Nagari adalah sarana yang cocok untuk pelestarian kesenian tradisi itu.
Bertepatan pada bulan ini Juni 2007 yang lalu adalah masa panen padi di sawah. Gawang Kajai yang merupakan salah satu Korong di Nagari Tapakih Kecamatan Ulakan-Tapakih memanfaatkan moment tersebut. Berdasarkan kesepakatan tokoh adat dengan masyarakat diadakanlah acara baralek gadang, kemudian dinamakan dengan alek nagari. Kegiatan mamacak galanggang itu berlangsung kurang lebih 1 bulan dimulai tangal Juni hingga July 2007 . Sebagai sarana galanggang dipersiapkan laga-laga atau lebih akrab dengan medan permaian. Laga-laga itu sendiri adalah berupa pondok segi empat yang mana lantainya dibuat dari bambu, sementara disekeliling pondok disediakan tempat duduk tamu-tamu yang diundang sekaligus silang sapangka.
Untuk mengsisi acara satu bulan lebih itu, masyarakat Gawang Kajai sebagai sipangka mengundang masing-masing Nagari yang ada di Kabupaten Padang-Pariaman di ikuti oleh grup-grup kesenian yang dimiliki oleh masing-masing Nagari tersebut. Grup-grup tersebut berupa ulu ambek, randai, perguruan silek, indang, dan dabuih. Acara dibuka dengan tangal 24 Juni 2007 terlebih dahulu diawali dengan pasmabahan Nagari. Dalam mengawali acara ulu ambek mendapat posisi yang pertama, sebab ulu ambek adalah salah satu kategori permaian yang didominasi oleh urang tuo masyarakat sekitar menyebutnya dengan permaian urang tuo. Artinya ulu ambek lebih didominasi oleh pemuka-pemuka adat, sebab unsur-unsur gaib juga mengiringi permainan ulu ambek. Memang terdapat sebagin dimainkan oleh anak-anak muda. Setelah jam 2 malam untuk mengisi pagi randai pn ditampilkan. Tetapi pada hari kedua ulu ambek masih kembali dilangsungkan dan begitulah seterusnya hingga 4 hari berturut-turut.
Setelah ulu mabek selesai, indang mendapat posisi ke 2 dalam alek nagari. Waktu yang dibutuhkan dalam penampilan indang sampai 2 minggu lebih. Pada minggu pertama semua grup indang ditampilkan secara bergiliran, pada minggu kedua penampilan indang sangat menarik, karena pada saat inilah indang dinamakan dengan indang lambuang. Di dalam indang ini pemain lebih didominasi oleh oleh anak-anak muda yang sebelumnya telah dilatih untuk berkesenian indang. Pda saat penampilan indang ini setiap grup berlomba-lomba untuk tampil maksimal, kalau perlu diklaborasi dengan unsur-unsur lain. Jika salah satu grup indang dinyatakan tampil dengan sangat baik maka semua orang akan membicarakan dan menjadi bahan gunjingan dari masa kemasa. Seperti yang dialami oleh grup indang Sungai Sariak yang sampai sekarang masih meninggalkan bekas di Kabupaten Padang Pariaman.
Kemudian pada posisi ke 3 adalah penampilan silat yang dilakukan pada sore, para pemin silat juga diundang dari nagari-nagari yang memiliki perguruan silat. Ajang alek nagari ini mejadi sasaran utama untuk penambah pengetahuan tentang gerakan-gerakan silat yang dimilikinya, sebab anak sasian silat pada masa ini akan dapat melihat gerakan-gerakan silat dari perguruan lain sehingga mereka dapat mempelajari teori-teori untuk mematahkan serangan dari perguruan lain jika suatau saat nanti terjadi perkelahian. Di dalam perguruan anak sasian sering diingatkan oleh guru agar tidak mempertontonkan gerakan silat yang dimilikinya kepada orang luar, tujuannya untuk menjaga kejadian yang tidak diinginkan bisa jadi perguruan lain akan menyusun siasat untuk mematahkan serangan perguruan itu atau perguruan lain akan mencontoh gerakan yang dimilkinya. Tampaknya hal ini tidak bersifat baku buktinya di dalam arena alek nagari hal itu sepertinya diperbolehkan walau secara tidak langsung.
Pada posisi ke 4 biasanya dabuih ditampilkan, tapi tidak semua alek nagari yang mau menampilkan dan mengundang dabuih, mungkin mereka mempunyai alasan tertentu. Pemain dabuih juga di undang dari masing-masing Nagari, tapi tidak semua nagari yang memiliki kesenian dabuih ini, Sungai Sariak adalah salah satu daerah yang terkenal dengan permainan dabuih. Itulah keunggulan Sungai Sariak di setiap alek Nagari selalu dibicarakan oleh orang.
Kemudian pada akhir-akhir acara, arena alek nagari di sisi oleh hiburan yang berupa Ben dan Orkestra. Jika acara muda-mudi ini sudah diadakan berarti ini suatu petanda alek nagari telah berakhir, hanya saja tokoh-tokoh adat masih memberikan perpanjangan waktu dan kesempatan kepada muda-mudi, tapi masih di bawah kontrol pemuka masyarakat. Jika terjadi hal yang tidak diinginkan dalam acara tersebut, maka pemuka masyarakat mempunyai hak untuk menghentikan acara tersebut.
Sekilas pandang acara alek nagari hanya sekedar penampilan-penampilan biasa terhadap kesenian tardisi yang dimiliki oleh masing-masing Nagari di Kabupaten Padang Pariaman. Namun di balik itu dalam alek nagari masyarakat dapat melestarikan kesenian tradisi yang dimilikinya sehinga kesenian tradisi itu dapat bertahan dalam percaturan zaman. Seiring dengan itu Pak Damai salah satu kapalo mudo Nagari dan sekaligus Guru Besar aliran silat sitaralak di Nagari Toboh Gadang, 24 juni 2007 lalu mengemukakan, ‘’ Alek Nagari adalah ajang silaturrahmi bagi masing-masing Nagari yang ada di Kabupaten Padang pariaman, melalui ini kita akan bertemu kembali dengan asaudara-saudara seperguruan yang sudah memiliki anak didik pula di Nagari tempat tinggalnya.
Sejalan dengan itu pula terdapatnya kebangaan tersendiri bagi masing-masing Nagari yang mengikuti acara alek nagari. Contohnya guru silat yang mengikutsertakan perguruan silatnya dalam alek nagari akan merasakan kebanggaan tertentu jika muridnya mendapatkan pujian dari perguruan lain dan secara tidak langsung nama Nagari pun menjadi harum. Begitu pulahalnya dengan grup randai, indang dan ulu ambek apa lagi dalam suasana buluih di atas, Nagari yang beruntung merasa bangga dan persitiwa tersebut akan diingat selalu bahkan menajdi gunjingan pada alek nagari berikutnya.

** Alumni Sastra Minangkabau

Tidak ada komentar:

Link

Pemberian tahu!

  • Selamat kepada Nurhasni, Alumni Sastra Minangkabau Angkatan 2000 yang telah memperoleh beasiswa dari FORD FOUNDATION INTERNATIONAL FELLOWSHIPS PROGRAM DI INDONESIA , untuk melanjutkan program Masternya. Semoga selalu berjaya!
  • Selamat kepada Ibu Drs. Zuriati, M. Hum sudah diterima di Universitas Indonesia untuk melanjutkan program Doktor, semoga jalannya selalu dilapangkan oleh Allah SWT.Amin!
  • selamat kepada Hasanadi. SS, telah diterima di Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional

Blog Alternatif

Siapakah Peneliti Melayu Yang Paling Anda Kagumi?

Istana

Istana
Rumah Kami
Powered By Blogger

Arsip Blog

Mengenai Saya

Foto saya
Pariaman, Sumatra Barat, Indonesia
SEMOGA TULISAN TERSEBUT BERMANFAT BAGI PEMBACA, DILARANG KERAS MENGUTIP BAIK KATA-KATA, MAUPUN MENCIPLAK KARYA TERSEBUT, KARENA HAL TERSEBUT ADALAH PENGHIANATAN INTELEKTUAL YANG PALING PARAH DI DUNIA INI, KECUALI MENCANTUMKAN SUMBERNYA.

Bagimana Penilaian Anda tentang Blog ini?

Cari Blog Ini

Daftar Blog Saya

Pengikut

Sastra Minangkabau Headline Animator

SEJARAH MARXIS INDONESIA

UNIVERSITAS

GEDUNG KESENIAN DAN TEATER

LOVE

Al-Qur'an dan Al-Hadist


Tan Malaka

1897 - 1949

1921 SI Semarang dan Onderwijs

1925 Menuju Republik Indonesia (Naar de 'Republiek Indonesia')

1926 Semangat Muda

Aksi Massa

1943 Madilog

1945 Manifesto Jakarta

Politik

Rencana Ekonomi Berjuang

Muslihat

1946 Thesis

1948 Islam Dalam Tinjauan Madilog

Pandangan HidupKuhandel di Kaliurang

GERPOLEK (GERilya - POLitik - EKonomi)

Proklamasi 17-8-1945, Isi dan Pelaksanaannya

Tan Malaka (1921)

Sumber: Yayasan Massa, terbitan tahun 1987

Kontributor: Diketik oleh Abdul, ejaan diedit oleh Ted Sprague (Juni 2007)

Kekuasaan Kaum – Modal Berdiri atas didikan yang berdasar kemodalan.
Kekuasaan Rakyat hanyalah bisa diperoleh dengan didikan kerakyatan.

Kata Pengantar Penerbit

Lagi sebuah buku kecil (brosur) Tan Malaka berjudul “SI Semarang dan Onderwijs”, yang ejaan lama telah kita sesuaikan dengan ejaan baru, dan juga telah kita tambah dengan daftar arti kata-kata asing hal 34-36.

Brosur ini diterbitkan di Semarang pada tahun 1921 oleh Serikat Islam School (Sekolah Serikat Islam). Karya pendek Tan Malaka ini sudah termasuk: “Barang Langka”. Brosur ini merupakan pengantar sebuah buku yang pada waktu itu akan ditulis oleh Tan Malaka tentang sistem pendidikan yang bersifat kerakyatan, dihadapkan pada sistem pendidikan yang diselenggarakan kaum penjajah Belanda. Bagaimana nasib niat Tan Malaka untuk menulis buku tentang pendidikan merakyat itu, kami sebagai penerbit kurang mengetahuinya. Mungkin Tan malaka tidak sempat lagi menulisnya karena tidak lama kemudian beliau dibuang oleh penjajah Belanda karena kegiatan perjuangannya dan sikapnya yang tegar anti kolonialisme, imperialisme dan kapitalisme. Terserah kepada penelitan sejarah Bangsa Indonesia nantinya untuk menelusuri perkara ini. Yang jelas tujuan Tan Malaka dalam pendidikan ialah menciptakan suatu cara pendidikan yang cocok dengan keperluan dan cita-cita Rakyat yang melarat !

Dalam hal merintis pendidikan untuk Rakyat miskin pada zaman penjajahan Belanda itu, tujuan utama adalah usaha besar dan berat mencapai Indonesia Merdeka. Tan Malaka berkeyakinan bahwa “Kemerdekaan Rakyat Hanyalah bisa diperoleh dengan DIDIKAN KERAKYATAN” menghadapi “Kekuasan Kaum Modal yang berdiri atas DIDIKAN YANG BERDASARKAN KEMODALAN”.

Jadi, usaha Tan Malaka secara aktif ikut merintis pendidikan kerakyatan adalah menyatu dan tidak terpisah dari usaha besar memperjuangkan kemerdekaan sejati Bangsa dan Rakyat Indonesia.

Untuk sekedar mengetahui latar-belakang mengapa Tan Malaka sebagai seorang pejuang besar dan revolusioner itu sadar dan dengan ikhlas terjun dalam dunia pendidikan pergerakan Islam seperti Sarekat Islam ? Tidak lain karena keyakinannya bahwa kekuatan pendorong pergerakan Indonesia itu adalah seluruh lapisan dan golongan Rakyat melarat Indonesia, tidak perduli apakah ia seorang Islam, seorang nasionalis ataupun seorang sosialis.

Seluruh kekuatan Rakyat ini harus dihimpun dan disatukan untuk menumbangkan kolonialisme Belanda di Tanah Air kita. Persatuan ini harus di tempat di kawah candradimukanya perjuangan menumbangkan kolonialisme dan imperialisme. Inilah mengapa Tan Malaka pun tidak ragu-ragu dan secara ikhlas terjun dalam dunia pendidikan masyarakat Islam. Dalam lingkungan pendidikan Serikat Islam yang merupakan pergerakan rakyat yang hebat pada waktu itu. Jangan pula dilupakan bahwa usia Tan Malaka pada waktu itu masih sangat muda.

Memasuki ISI dari karya pendek Tan Malaka ini, dikemukakan oleh Tan Malaka TIGA TUJUAN pendidikan dan kerakyatan sebagai berikut :

1. Pendidikan ketrampilan/Ilmu Pengetahuan seperti : berhitung, menulis, ilmu bumi, bahasa dsb. Sebagai bekal dalam penghidupan nanti dalam masyarakat KEMODALAN.
2. Pendidikan bergaul/berorganisasi serta berdemokrasi untuk mengembangkan kepribadian yang tangguh, kepercayaan pada diri sendiri, harga diri dan cinta kepada rakyat miskin.
3. Pendidikan untuk selalu berorientasi ke bawah.

Si Kromo, si-Marhaen, si-Murba tanpa memandang kepercayaan agama, keyakinan dan kedudukan mereka, dalam hal ini termasuk golongan-golongan rakyat miskin lainnya.

Ketiga TUJUAN pendidikan kerakyatan tersebut telah dirintis oleh Tan Malaka dan para pemimpin Rakyat lainnya seperti Ki Hajar Dewantara, Muhammadiyah, pesantren-pesantren Nahdatul Ulama, SI dsb. Semua usaha, pengorbanan mereka itu tidak sedikit sahamnya dalam Pembangunan Bangsa/National Building dan dalam membangkitkan semangat perjuangan memerdekakan Rakyat Indonesia dari belenggu penjajahan. Merek atelah memberikan yang terbaik dalam hidup mereka kepada Bangsa dan Rakyat Indonesia. Mereka telah tiada, tetapi jiwanya yang menulis, jiwa-besar mereka, pikiran-pikirannya yang agung akan tetap hidup sepanjang zaman.

Akhir kata dikutip di bawah ini ucapan tokoh besar pergerakan kemerdekaan dan pemimpin besar Presiden Amerika Serikat ABRAHAM LINCOLN sebagai berikut :

“WE MUST FIRST KNOW WHAT WE ARE, WHERE WE ARE AND WHERE WE ARE GOING, BEFORE SAYING WHAT TO DO AND HOW TO DO IT”

”Pertama-tama harus diketahui Apa kita, dan Dimana Kita serta Kemana Kita akan pergi, sebelum mengatakan apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukanya”.

Penerbit,

Yayasan Massa, 1987