Kamis, 27 Desember 2007

UANG HILANG SALAH SATU ADAT NAN DIADATKAN

Oleh. M.Yunis**

Kabupaten Padang-Pariaman ialah salah satu daerah budaya yang terkesan unik dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Sumatra Barat. Keunikan tersebut dapat dilihat dari adat istiadat yang berlaku, salah satunya sitem perkawinan. Dengan cara yang berbeda yaang dimiliki oleh orang Pariaman ternyata mampu mengaburkan perepsi orang luar dalam memandangnya. Sitem perkawinan di sini, juga dimulai dari meminang, tunangan, pernikahan tak obahnya dengan dengan daerah lain. Perbedaan terletak pada berlakunya sistem uang hilang yang sampai sekarang masyarakat Pariaman masih menjalankannya.
Uang hilang adalah sejumlah uang yang diberikan oleh pihak perempuan kepada laki-laki dengan jumlah yang tergantung kesepakatan kedua belah pihak, tapi masih mempertimbangkan titel si laki-laki yang akan menikah. Namun, momok uang hilang sangat penakutkan bagi wanita sekarang, baik yang berasal dari Pariaman maupun luar Pariaman, dan bahkan sebagian orang takut terikat perkawinan dengan laki-laki Pariaman. Seloroh atau serius muncul ungkapan bahwa orang pariaman babali, seperti barang dagangan saja.
Kenapa muncul uang hilang?menurut pemikiran penulis ada beberapa sebab lahirnya uang hilang di Pariaman, pertama faktor hukum alam, manusia dilahirkan tidak pernah sempurna, cantik, gagah, jelek adalah wajar. Nah, begitu pula di daerah Pariaman. Sangat dimungkinkan bahwa konsep uang hilang lahir berawal dari pihak perempuan, sebab kata pepatah, ’’condong mato kanan rancak, condong salero ka nan lamak’’. Tak hayal jika anak perempuan yang memiliki fisik yang kurang sempurna sulit mencari jodoh. Oleh karena itu, timbul keinginan dari pihak perempuan untuk memberikan imbalan kepada pihak laki-laki yang mau menikah dengan si anak perempaun tadi. Uang yang dibayarkan kepada laki-laki ini pada akhirnya dinamakan dengan uang hilang, artinya memang benar-benar hilang dari pihak perempuan. Jika kebiasan seperti ini berlangsung secara terus menerus, maka kebiasan itu dapat dijadikan konsep dasar adat nan diadatkan, ini dapat disebut dengan adat salingka nagari. Konsep ini dirasa cocok bagi orang pariaman dan cocok pula dengan dengan konsep bamamak di Minangkabau, sebab mamak termasuk salah seorang yang berhak menentukan berapa besar uang hilang. Hak tersebut secara spontanitas diperoleh mamak, karena besarnya peran mamak dalam membimbing kemenakan dirasa cukup untuk dijadikan jawaban.
Namun dalam realitas sekarang, timbul keresahan dari kalangan generasi muda hingga memunculkan persepsi bahwa laki-laki Pariaman itu babali seperti barang dagangan. Kenapa orang Pariaman tetap memakai konsep uang hilang? Seperti kata pepatah sasek di tangah jalan babaliak ka pangka jalan, itu yang seharusnya dilakukan. Kita harus berangkatlah dari adat istiadat Minangkabau, bahwa anak dididik oleh mamak bukan Ayah, secara tidak langsung anak laki-laki maupun perempaun sangat diperhatikan oleh mamaknya, baik pendidikan maupun bimbingan, mamaklah yang memikirkan semua. Tapi khusus pada kemenakan laki-laki sedikit berbeda dari kemenakan perempuan, sebab laki-laki akan menjadi pemimipin di dalam kaumnya atau sekurang-kurangnya di dalam rumah tangga. Karena besarnya peran mamak dalam mendidik kemenakan inilah timbul pameo bagi orang Minang ketika anak berbuat salah yang ditanyai bukan siapa ayahnya, tapi siapa mamaknya.
Oleh karena itu, mamak sebagai orang yang pernah berjasa kepada kemenakan menggagas sebuah cara sehingga dapat menggambarkan bahwa dalam mendidik seorang anak laki-laki tidaklah segampang mendidik anak perempuan, sebagai pengingat jasa-jasa itu maka mamak-mamak di Pariaman melegalkan konsep uang hilang.
Oleh karena uang hilang dikategorikan ke dalam adat nan diadatkan, maka keberadaan uang hilang pun termodifikasi. Fakta di lapangan semakin banyak konsep ini diabaikan. Kita pun tahu bahwa mamak tidak begitu berfungsi dalam membimbing kemenakan, mamak sudah beralih tugas menjadi ayah tulen sebab setelah menikah laki-laki membopong istrinya ke rantau seberang. Hal ini akan mempertipis hidupnya kembali fungsi mamak, sebab tempat berdomosili kemenakan sudah jauh dari mamak dan sementara kekuasaan mamak hanya ada di Rumah Gadang, oleh karena itu mamak tidak begitu berperan dalam hidup kemenakanya, secara spontan tugas-tugas itu sudah beralih kepada ayah dan jikalau mamak pergi ke tempat kemenakan, kedudukan mamak hanya sebagai tamu saja.
Namun begitu, bukan berarti uang hilang raib dan tidak dipakai lagi di Pariaman. Masyarakat yang berada di kabupaten misalnya, sistem perkawinan dirasa kurang afdol jika tidak dilengkapi dengan adanya uang hilang, hal itu juga telah menjadi kebanggaan bagi masyarakat itu, dengan cara ini masyarakat telah menghargai adat istiadat setempat. Kemudian terdapat pula laki-laki yang sengaja memberikan sejumlah uang kepada pihak perempuan calon istri kemudian saat prosesi pernikahan berlangsung pihak perempuan memberikannya kembali kepada pihak laki-laki atas nama uang hilang, hal ini hanya semata-semata untuk menghargai adat istiadat setempat.
Seiring dengan itu, terjadi pula kesepakatan kedua belah pihak tidak memakai konsep uang hilang sama sekali, suka sama suka mejadi dasar kesepakatan tersebut dan diperkuat lagi bahawa kedua calon mempelai tidak dapat dipisahkan lagi. Hal ini wajar terjadi di dalam adat nan diadatkan, lagi pula konsep-konsep adat tersebut tetap dimusyawarahkan terlebih dahulu sebelum dipakaikan, tidak terkecuali dengan uang hilang.
Di samping uang hilang di Pariaman berlaku pula uang jemputan yang juga dibayarkan oleh perempuan kepada laki-laki sebelum perikahan terjadi. Jumlahnya agak besar dari uang hilang. Jika dilihat sepintas lalu, adat istiadat ini memang terkesan tidak adil bagi perempuan. Tetapi bagi orang yang telah meyaksikan upacara perkawinan itu dari dekat mungkin akan berkata lain. Bahwa di dalam prosesi perkawinan di Pariaman terdapat rentetan upacara yang dinamakan dengan manjalang dilaksanakan pada malam kedua waktu uapacara. Di sini pihak perempaun datang ke rumah mempelai laki-laki diikuti dengan andan pasumandan, inilah yang dinamakan dengan manjalang Pada saat uapacara manjalang ini usai, mempelai wanita mendapatkan berbagai macam perhisan dari pihak laki-laki bahkan sampai memenuhi ke 10 jari mempelai wanita. Perhiasan ini, berasal dari isi kado dari besan-besan yang lebih dahulu telah mengikat tali perbesanan dengan keluarga mempelai laki-laki, adik mempelai laki-laki, orang tua mempelai laki-laki, kakak mempelai laki-laki pun tidak ketinggalan. Jika ditafsir, harga perhisan yang diperoleh mempelai wanita bisa mencapai puluhan juta sebab tidak hanya perhiasan yang diterima oleh mempelai wanita, berikutnya adalah berbagai jenis pakaian (survei lapangan bersama Flas Studio Fakultas satra, 8 dan 9 Februari 2006, dalam helat perkawinan Imral Tuanku Imam di Toboh Gadang). Begitulah konsep uang hilang dalam realitas dan sekarang masih dipakai oleh masyarakat Pariaman.
**Alumni Sastra Daerah Minangkabau

Tidak ada komentar:

Link

Pemberian tahu!

  • Selamat kepada Nurhasni, Alumni Sastra Minangkabau Angkatan 2000 yang telah memperoleh beasiswa dari FORD FOUNDATION INTERNATIONAL FELLOWSHIPS PROGRAM DI INDONESIA , untuk melanjutkan program Masternya. Semoga selalu berjaya!
  • Selamat kepada Ibu Drs. Zuriati, M. Hum sudah diterima di Universitas Indonesia untuk melanjutkan program Doktor, semoga jalannya selalu dilapangkan oleh Allah SWT.Amin!
  • selamat kepada Hasanadi. SS, telah diterima di Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional

Blog Alternatif

Siapakah Peneliti Melayu Yang Paling Anda Kagumi?

Istana

Istana
Rumah Kami
Powered By Blogger

Arsip Blog

Mengenai Saya

Foto saya
Pariaman, Sumatra Barat, Indonesia
SEMOGA TULISAN TERSEBUT BERMANFAT BAGI PEMBACA, DILARANG KERAS MENGUTIP BAIK KATA-KATA, MAUPUN MENCIPLAK KARYA TERSEBUT, KARENA HAL TERSEBUT ADALAH PENGHIANATAN INTELEKTUAL YANG PALING PARAH DI DUNIA INI, KECUALI MENCANTUMKAN SUMBERNYA.

Bagimana Penilaian Anda tentang Blog ini?

Cari Blog Ini

Daftar Blog Saya

Pengikut

Sastra Minangkabau Headline Animator

SEJARAH MARXIS INDONESIA

UNIVERSITAS

GEDUNG KESENIAN DAN TEATER

LOVE

Al-Qur'an dan Al-Hadist


Tan Malaka

1897 - 1949

1921 SI Semarang dan Onderwijs

1925 Menuju Republik Indonesia (Naar de 'Republiek Indonesia')

1926 Semangat Muda

Aksi Massa

1943 Madilog

1945 Manifesto Jakarta

Politik

Rencana Ekonomi Berjuang

Muslihat

1946 Thesis

1948 Islam Dalam Tinjauan Madilog

Pandangan HidupKuhandel di Kaliurang

GERPOLEK (GERilya - POLitik - EKonomi)

Proklamasi 17-8-1945, Isi dan Pelaksanaannya

Tan Malaka (1921)

Sumber: Yayasan Massa, terbitan tahun 1987

Kontributor: Diketik oleh Abdul, ejaan diedit oleh Ted Sprague (Juni 2007)

Kekuasaan Kaum – Modal Berdiri atas didikan yang berdasar kemodalan.
Kekuasaan Rakyat hanyalah bisa diperoleh dengan didikan kerakyatan.

Kata Pengantar Penerbit

Lagi sebuah buku kecil (brosur) Tan Malaka berjudul “SI Semarang dan Onderwijs”, yang ejaan lama telah kita sesuaikan dengan ejaan baru, dan juga telah kita tambah dengan daftar arti kata-kata asing hal 34-36.

Brosur ini diterbitkan di Semarang pada tahun 1921 oleh Serikat Islam School (Sekolah Serikat Islam). Karya pendek Tan Malaka ini sudah termasuk: “Barang Langka”. Brosur ini merupakan pengantar sebuah buku yang pada waktu itu akan ditulis oleh Tan Malaka tentang sistem pendidikan yang bersifat kerakyatan, dihadapkan pada sistem pendidikan yang diselenggarakan kaum penjajah Belanda. Bagaimana nasib niat Tan Malaka untuk menulis buku tentang pendidikan merakyat itu, kami sebagai penerbit kurang mengetahuinya. Mungkin Tan malaka tidak sempat lagi menulisnya karena tidak lama kemudian beliau dibuang oleh penjajah Belanda karena kegiatan perjuangannya dan sikapnya yang tegar anti kolonialisme, imperialisme dan kapitalisme. Terserah kepada penelitan sejarah Bangsa Indonesia nantinya untuk menelusuri perkara ini. Yang jelas tujuan Tan Malaka dalam pendidikan ialah menciptakan suatu cara pendidikan yang cocok dengan keperluan dan cita-cita Rakyat yang melarat !

Dalam hal merintis pendidikan untuk Rakyat miskin pada zaman penjajahan Belanda itu, tujuan utama adalah usaha besar dan berat mencapai Indonesia Merdeka. Tan Malaka berkeyakinan bahwa “Kemerdekaan Rakyat Hanyalah bisa diperoleh dengan DIDIKAN KERAKYATAN” menghadapi “Kekuasan Kaum Modal yang berdiri atas DIDIKAN YANG BERDASARKAN KEMODALAN”.

Jadi, usaha Tan Malaka secara aktif ikut merintis pendidikan kerakyatan adalah menyatu dan tidak terpisah dari usaha besar memperjuangkan kemerdekaan sejati Bangsa dan Rakyat Indonesia.

Untuk sekedar mengetahui latar-belakang mengapa Tan Malaka sebagai seorang pejuang besar dan revolusioner itu sadar dan dengan ikhlas terjun dalam dunia pendidikan pergerakan Islam seperti Sarekat Islam ? Tidak lain karena keyakinannya bahwa kekuatan pendorong pergerakan Indonesia itu adalah seluruh lapisan dan golongan Rakyat melarat Indonesia, tidak perduli apakah ia seorang Islam, seorang nasionalis ataupun seorang sosialis.

Seluruh kekuatan Rakyat ini harus dihimpun dan disatukan untuk menumbangkan kolonialisme Belanda di Tanah Air kita. Persatuan ini harus di tempat di kawah candradimukanya perjuangan menumbangkan kolonialisme dan imperialisme. Inilah mengapa Tan Malaka pun tidak ragu-ragu dan secara ikhlas terjun dalam dunia pendidikan masyarakat Islam. Dalam lingkungan pendidikan Serikat Islam yang merupakan pergerakan rakyat yang hebat pada waktu itu. Jangan pula dilupakan bahwa usia Tan Malaka pada waktu itu masih sangat muda.

Memasuki ISI dari karya pendek Tan Malaka ini, dikemukakan oleh Tan Malaka TIGA TUJUAN pendidikan dan kerakyatan sebagai berikut :

1. Pendidikan ketrampilan/Ilmu Pengetahuan seperti : berhitung, menulis, ilmu bumi, bahasa dsb. Sebagai bekal dalam penghidupan nanti dalam masyarakat KEMODALAN.
2. Pendidikan bergaul/berorganisasi serta berdemokrasi untuk mengembangkan kepribadian yang tangguh, kepercayaan pada diri sendiri, harga diri dan cinta kepada rakyat miskin.
3. Pendidikan untuk selalu berorientasi ke bawah.

Si Kromo, si-Marhaen, si-Murba tanpa memandang kepercayaan agama, keyakinan dan kedudukan mereka, dalam hal ini termasuk golongan-golongan rakyat miskin lainnya.

Ketiga TUJUAN pendidikan kerakyatan tersebut telah dirintis oleh Tan Malaka dan para pemimpin Rakyat lainnya seperti Ki Hajar Dewantara, Muhammadiyah, pesantren-pesantren Nahdatul Ulama, SI dsb. Semua usaha, pengorbanan mereka itu tidak sedikit sahamnya dalam Pembangunan Bangsa/National Building dan dalam membangkitkan semangat perjuangan memerdekakan Rakyat Indonesia dari belenggu penjajahan. Merek atelah memberikan yang terbaik dalam hidup mereka kepada Bangsa dan Rakyat Indonesia. Mereka telah tiada, tetapi jiwanya yang menulis, jiwa-besar mereka, pikiran-pikirannya yang agung akan tetap hidup sepanjang zaman.

Akhir kata dikutip di bawah ini ucapan tokoh besar pergerakan kemerdekaan dan pemimpin besar Presiden Amerika Serikat ABRAHAM LINCOLN sebagai berikut :

“WE MUST FIRST KNOW WHAT WE ARE, WHERE WE ARE AND WHERE WE ARE GOING, BEFORE SAYING WHAT TO DO AND HOW TO DO IT”

”Pertama-tama harus diketahui Apa kita, dan Dimana Kita serta Kemana Kita akan pergi, sebelum mengatakan apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukanya”.

Penerbit,

Yayasan Massa, 1987