Senin, 14 Juli 2008

BAHASA MINANGKABAU TERANCAM PUNAH

M. Yunis
Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, akan membawa pengaruh bagi perkembangan masyarakat, perubahan tersebut sangat jelas tampak pada pola pikir masyarakat, berdasarkan pola pikir yang sudah terbentuk dari awal tersebut masyarakat Minang tidak menyadari perobahan-poerobahan yang terjadi pada diri mereka, karena hal ini terjadi tanpa disengaja. Segala kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat, akan terjadi dengan spontanitas tidak lagi terarah dan kadang-kadang tidak sesuai dengan pranata-pranata kehidupan. Maka, timbullah berbagai macam ketimpangan, yang mana ketimpangan-ketimpangan tersebut akan memicu konflik dan diperparah lagi apabila konflik ini terjadi di dalam tubuh masing-masing individu.
Sebagai akibat dari desintegrasi tersebut, akan membawa dan menciptakan penagruh tersendiri terhadap tatanan kehidupan sosial masyarakat, salah satunya semakin hilangnya Aura dari bahasa Minang. Karena, semakin minimnya masyarakat Minang yang menggunakan bahasa Minang.
Menurut Patteda (1990:771) bahasa itu bersifat dinamis, karena masyarakat penuturnya yang dinamis dan berobah sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan demikian, bahasa yang hidup dalam sekelompok masyarakat akan selalu mengalami perkembangan sesuai dengan kemajuan pola fikir masyarakatnya. Dalam masyarakat yang bersifat statis, perubahan tersebut akan mengalami keterlambatan.
Bahasa Minangkabau merupakan seperangkat sistim lambang bunyi yang di pergunakan dan sesuai dengan konvensi masyarakat bersangkutan dalam berkomunikasi. Sungguhpun begitu, bahasa Minangkabau tidak hanya digunakan oleh etnis Minang saja, tetapi etnis jawa yang berada di wilayah Minangkabau juga menggunakan bahasa Minangkabau, seperti penduduk Trans yang berada di daerah Sitiung.
Bahasa Minang berfungsi sebagai alat kontrol sosial, dimana bahasa menduduki posisi terdepan di dalam segala bidang kehidupan masyarakat. Kita dapat melihat interkasi sosial yang digambarkan dalam bahasa Minangkabau seperti penampilan kesenian tradisional, seperti sastra lisan Minangkabau. Di sana digambarkan bagaimana masyarakat tersebut berinteraksi. Dapat juga dilihat dalam pengendalian sosial, contonya dalam berdakwah, menggunakan bahasa Minang sangat menyentuh hati para pendengar.
Bahasa Minang sebenarnya sangatlah unik, filosofi-filosofi kehidupan yang digambarkan dalam bahasa Minang berupa pepatah, petitih, mamangan adat dan semuanya itu mengandung makna yang sangat mendalam bagi pembentukan kepribadian masyarakat Minangkabau. Dalam ungkapan-ungkapan tersebut mengandung berbabagai macam nasehat yang saya kira sangat berharga dalam kehidupan ini. Kita seharusnya merasa bangga sebagai orang Minang, karena kita memiliki filosofi-filosofi adat yang tinggi dan yang tidak dapat ditandingi oleh massyarakat lain. Jangankan untuk menandinginya, mencarikan padanan katanya saja sangat sulit, kalaupun ada ditemukan maknanya tidak akan sama lagi dengan tujuan yang dimaksud oleh ujaran tersebut. Dari hal ini sudah sangat jelas keunikan dari bahasa Minang tersebut.
Bahasa Minang tidak bresifat fulgar sebagai mana bahasa-bahasa lainnya.Tapi zaman sekarang realitasnya sudah jauh berbeda, sekarang penutur suatu bahasa telah beranggapan bahasa Minang itu sudah kuno dan tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Setiap individi sudah menganggap kepentingan mereka sudah berbeda-beda diantara mereka. Bahkan dalam, situasi informalpun mereka tidak mau menggunakan bahasa Minang, seperti dalam keluarga, para orang tua sudah mulai membiasakan anak-anak mereka untuk menggunakan bahasa Indonesia dari sejak dini, alasannya untuk melatih kelancaran menggunakan bahasa Indonesia, padahal jarak antara bahasa Minga tidak jauh berbeda dengan bahasa Indonesia, yakni sama-sama berasal dari rumpun bahasa Melayu dan saya kira apabila orang tersebut lancar dalam menggunakan bahasa Minang, niscaya dia akan lancar juga menggunakan bahasa Indsonesia.
Sikap masyarakat penutur bahasa yang metropoloik, juga akan membawa dampak yang sangat besar bagi perkembangan suatau bahasa. Apalagi di kalangan remaja yang banyak menyerap informasi dari luar. Mereka seenaknya menggunakan bahasa tersebut dengan berbagai macam variasi yang cocok bagi mereka, caontohnya ’’gua indak bisa hadir beko doh’’, dilihat dari susunanya memang sudah benar, tapi penggunaan katanya sudah dicampur dengan bahasa betawi, kata ’’gua’’ berarti ‘’ambo’’. Mereka menganggap kata tersebut lebih gaul bagi mereka dan bereteriam di kalangan mereka.
Berangkat dari realitas yang terjadi, kita dapat menagmbil sedikit gamabaran mengani perkembangan bahasa Minang dewasa ini, yang semakin hari semakin mengalami kemunduran. Memang bahasa Minang ini tidak telalu penting dalam mengejar kedudukan, tapi kita harus membatasi kontek dan situasinya. Dan di wilayah di luar Sumatra Barat bahasa Minangkabau tidak penting bahkan tidak dipakai sama sekali, itu sudah pasti, akan tetapi jika konteknya berada dalam wilayah Sumatra Barat, hal ini sudah pasti dipakainya bahasa Minangkabau apalagi penutur tersebut berdomosili dalam wilayah Sumatra Barat. Untuk bersosialisasi dengan masyarakat setempat mau tidak mau harus mengguanakan bahasa Minangkabau, karena tidak semua masyarakat yang mau menggunakan bahasa Indonesia.
Tapi sekarang malah sebaliknya. Bahasa Minang seolah-olah disudutkan, dihina, dianggap kuno dan oknum itu sendiri adalah orang Minang. Dengan realitas seperti ini, maka akan memungkinkan terjadinya perjuangan kekuasaan dalam bahasa Minangkabau, masyarakat akan menagangagap ini adalah suatu Incomplete victory. Oleh karena itu perelombaan tersebut akan menciptakan Dissident, baik mereka itu penutur bahasa tradisional maupun penutur bahasa biasa.
Maka dari itu sudah menjadi kewajiban kita sebagai orang Minang untuk melestarikan dan memmbangkitklan kembali kejayaan masa lalu, yang dulunya tercatat dalam sejarah. Memang usaha ini tidaklah semudah yang kita bayangkan, sangat diperlukan keseriusan dalam menanggapinya. Keaktifan dari berbagai pihak, baik pemuka masyarakat, maupun pemuda dan pemudi, juga sangat berperan penting. Untuk itu marilah kita bangkit menunaikan kembali apa yang menjadi kewajiban kita sebagai orang Minang.

Tidak ada komentar:

Link

Pemberian tahu!

  • Selamat kepada Nurhasni, Alumni Sastra Minangkabau Angkatan 2000 yang telah memperoleh beasiswa dari FORD FOUNDATION INTERNATIONAL FELLOWSHIPS PROGRAM DI INDONESIA , untuk melanjutkan program Masternya. Semoga selalu berjaya!
  • Selamat kepada Ibu Drs. Zuriati, M. Hum sudah diterima di Universitas Indonesia untuk melanjutkan program Doktor, semoga jalannya selalu dilapangkan oleh Allah SWT.Amin!
  • selamat kepada Hasanadi. SS, telah diterima di Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional

Blog Alternatif

Siapakah Peneliti Melayu Yang Paling Anda Kagumi?

Istana

Istana
Rumah Kami
Powered By Blogger

Arsip Blog

Mengenai Saya

Foto saya
Pariaman, Sumatra Barat, Indonesia
SEMOGA TULISAN TERSEBUT BERMANFAT BAGI PEMBACA, DILARANG KERAS MENGUTIP BAIK KATA-KATA, MAUPUN MENCIPLAK KARYA TERSEBUT, KARENA HAL TERSEBUT ADALAH PENGHIANATAN INTELEKTUAL YANG PALING PARAH DI DUNIA INI, KECUALI MENCANTUMKAN SUMBERNYA.

Bagimana Penilaian Anda tentang Blog ini?

Cari Blog Ini

Daftar Blog Saya

Pengikut

Sastra Minangkabau Headline Animator

SEJARAH MARXIS INDONESIA

UNIVERSITAS

GEDUNG KESENIAN DAN TEATER

LOVE

Al-Qur'an dan Al-Hadist


Tan Malaka

1897 - 1949

1921 SI Semarang dan Onderwijs

1925 Menuju Republik Indonesia (Naar de 'Republiek Indonesia')

1926 Semangat Muda

Aksi Massa

1943 Madilog

1945 Manifesto Jakarta

Politik

Rencana Ekonomi Berjuang

Muslihat

1946 Thesis

1948 Islam Dalam Tinjauan Madilog

Pandangan HidupKuhandel di Kaliurang

GERPOLEK (GERilya - POLitik - EKonomi)

Proklamasi 17-8-1945, Isi dan Pelaksanaannya

Tan Malaka (1921)

Sumber: Yayasan Massa, terbitan tahun 1987

Kontributor: Diketik oleh Abdul, ejaan diedit oleh Ted Sprague (Juni 2007)

Kekuasaan Kaum – Modal Berdiri atas didikan yang berdasar kemodalan.
Kekuasaan Rakyat hanyalah bisa diperoleh dengan didikan kerakyatan.

Kata Pengantar Penerbit

Lagi sebuah buku kecil (brosur) Tan Malaka berjudul “SI Semarang dan Onderwijs”, yang ejaan lama telah kita sesuaikan dengan ejaan baru, dan juga telah kita tambah dengan daftar arti kata-kata asing hal 34-36.

Brosur ini diterbitkan di Semarang pada tahun 1921 oleh Serikat Islam School (Sekolah Serikat Islam). Karya pendek Tan Malaka ini sudah termasuk: “Barang Langka”. Brosur ini merupakan pengantar sebuah buku yang pada waktu itu akan ditulis oleh Tan Malaka tentang sistem pendidikan yang bersifat kerakyatan, dihadapkan pada sistem pendidikan yang diselenggarakan kaum penjajah Belanda. Bagaimana nasib niat Tan Malaka untuk menulis buku tentang pendidikan merakyat itu, kami sebagai penerbit kurang mengetahuinya. Mungkin Tan malaka tidak sempat lagi menulisnya karena tidak lama kemudian beliau dibuang oleh penjajah Belanda karena kegiatan perjuangannya dan sikapnya yang tegar anti kolonialisme, imperialisme dan kapitalisme. Terserah kepada penelitan sejarah Bangsa Indonesia nantinya untuk menelusuri perkara ini. Yang jelas tujuan Tan Malaka dalam pendidikan ialah menciptakan suatu cara pendidikan yang cocok dengan keperluan dan cita-cita Rakyat yang melarat !

Dalam hal merintis pendidikan untuk Rakyat miskin pada zaman penjajahan Belanda itu, tujuan utama adalah usaha besar dan berat mencapai Indonesia Merdeka. Tan Malaka berkeyakinan bahwa “Kemerdekaan Rakyat Hanyalah bisa diperoleh dengan DIDIKAN KERAKYATAN” menghadapi “Kekuasan Kaum Modal yang berdiri atas DIDIKAN YANG BERDASARKAN KEMODALAN”.

Jadi, usaha Tan Malaka secara aktif ikut merintis pendidikan kerakyatan adalah menyatu dan tidak terpisah dari usaha besar memperjuangkan kemerdekaan sejati Bangsa dan Rakyat Indonesia.

Untuk sekedar mengetahui latar-belakang mengapa Tan Malaka sebagai seorang pejuang besar dan revolusioner itu sadar dan dengan ikhlas terjun dalam dunia pendidikan pergerakan Islam seperti Sarekat Islam ? Tidak lain karena keyakinannya bahwa kekuatan pendorong pergerakan Indonesia itu adalah seluruh lapisan dan golongan Rakyat melarat Indonesia, tidak perduli apakah ia seorang Islam, seorang nasionalis ataupun seorang sosialis.

Seluruh kekuatan Rakyat ini harus dihimpun dan disatukan untuk menumbangkan kolonialisme Belanda di Tanah Air kita. Persatuan ini harus di tempat di kawah candradimukanya perjuangan menumbangkan kolonialisme dan imperialisme. Inilah mengapa Tan Malaka pun tidak ragu-ragu dan secara ikhlas terjun dalam dunia pendidikan masyarakat Islam. Dalam lingkungan pendidikan Serikat Islam yang merupakan pergerakan rakyat yang hebat pada waktu itu. Jangan pula dilupakan bahwa usia Tan Malaka pada waktu itu masih sangat muda.

Memasuki ISI dari karya pendek Tan Malaka ini, dikemukakan oleh Tan Malaka TIGA TUJUAN pendidikan dan kerakyatan sebagai berikut :

1. Pendidikan ketrampilan/Ilmu Pengetahuan seperti : berhitung, menulis, ilmu bumi, bahasa dsb. Sebagai bekal dalam penghidupan nanti dalam masyarakat KEMODALAN.
2. Pendidikan bergaul/berorganisasi serta berdemokrasi untuk mengembangkan kepribadian yang tangguh, kepercayaan pada diri sendiri, harga diri dan cinta kepada rakyat miskin.
3. Pendidikan untuk selalu berorientasi ke bawah.

Si Kromo, si-Marhaen, si-Murba tanpa memandang kepercayaan agama, keyakinan dan kedudukan mereka, dalam hal ini termasuk golongan-golongan rakyat miskin lainnya.

Ketiga TUJUAN pendidikan kerakyatan tersebut telah dirintis oleh Tan Malaka dan para pemimpin Rakyat lainnya seperti Ki Hajar Dewantara, Muhammadiyah, pesantren-pesantren Nahdatul Ulama, SI dsb. Semua usaha, pengorbanan mereka itu tidak sedikit sahamnya dalam Pembangunan Bangsa/National Building dan dalam membangkitkan semangat perjuangan memerdekakan Rakyat Indonesia dari belenggu penjajahan. Merek atelah memberikan yang terbaik dalam hidup mereka kepada Bangsa dan Rakyat Indonesia. Mereka telah tiada, tetapi jiwanya yang menulis, jiwa-besar mereka, pikiran-pikirannya yang agung akan tetap hidup sepanjang zaman.

Akhir kata dikutip di bawah ini ucapan tokoh besar pergerakan kemerdekaan dan pemimpin besar Presiden Amerika Serikat ABRAHAM LINCOLN sebagai berikut :

“WE MUST FIRST KNOW WHAT WE ARE, WHERE WE ARE AND WHERE WE ARE GOING, BEFORE SAYING WHAT TO DO AND HOW TO DO IT”

”Pertama-tama harus diketahui Apa kita, dan Dimana Kita serta Kemana Kita akan pergi, sebelum mengatakan apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukanya”.

Penerbit,

Yayasan Massa, 1987