Jumat, 04 September 2009

TERORISME SIMBOL KEMISKINAN DI TANAH AIR

Oleh. M. Yunis*

Di sinyalir bahwa Nurdin M. Top tewas saat pengepungan di markas teroris di desa Beji, Temangung Jawa Tengah. Pengepungan yang sudah menguras banyak tenaga dan biaya itu berakhir setelah polisi memasang police line. Masih diduga bahwa tersangka teroris yang terdapat di dalam rumah Muhazari tersebut adalah 5 orang. Sementara jenazah yang ditemukan setelah penggrebakan selesai hanya satu jenazah, lalu kemanakah 4 jenazah yang rekanan? Atau hanya sekedar untuk menyatakan kehebatan dengan sensasi yang cukup hiperbola? Apakah mungkin mereka kabur saat terjadinya ledakan Bom pertama? Berhubung kabut yang dihasikan cukup tebal dari ledakan tersebut. Tiada seorang pun yang tahu. Terlepas dari itu, masih pada persoalan yang sama tersangka teroris di Bekasi Jati Asih, Air Setiawan dinyatakan pula tewas ditembak oleh densus 88, kisah itu membawa isak tangis bagi kelurganya Air Setiawan yang hidup kurang mampu. Dalam lingkungan sehari-hari Air adalah anak yang baik, tidak banyak neko-neko, selama ini bekerja sebagai pencat timbangan. Kemudian, pelaku bom bunuh diri yang bernama Dani juga dinyatakan juga berasal dari keluarga yang kurang mampu, kelurga yang brokem home sebagai akibat sang ayah yang sering keluar masuk penjara. Dani yang bekerja sebagai penjaga salah satu masjid juga dikenal sebagai anak yang baik dan ramah di dalam lingkungan masyarakat. Lalu apakah yang melatarbelakangi para pelaku terosris tersebut itu mau mengorban hidupnya untuk tujuan yang belum jelas?
Mantan ketua BIM yang Letjen (Purn) AM Hendropriyono menyatakan kepada metro TV (08-08-09) bahwa ada keterikaitan jaringan Nurdin M. Top dengan Alqaida, habitatnya adalah paham wahabi yang pernah hidup di Tanah Arab. Nah, berbicara soal wahabi penulis ingat tentang kisah wahabi yang pernah terjadi di Minangkabau, yang dibawa oleh H. Miskin, Piobang dan Sumaniak. Ketiga Haji ini mengadakan pembaharuan di dalam ajaran islam dengan kekerasan, dibuktikan oleh Tunaku Nan Renceh menyemblih bibinya ketika sang bibi kedapatan memakan sirih. Paham wahabi cepat berterima di kalangan masyarakat agamis di Minangkabau, hal ini terindikasi oleh kemiskinan yang melanda masyarakat ketika itu. Dari satu segi, tanah Minang sedang menghadapi perang dengan Belanda, di sisi lain para elit adat berlaku seenaknya terhadap gelar kepenghuluan, mengejar kekayaan, malahan kaum adat menggelar jalinan kerja sama dengan Belanda, sudah barang tentu ujung-ujungnya adalah materi sebagai imbalan. Kaum adat ternyata telah melencengkan pucuk pimpinan yang dipegang, sementara kaum agama merasa tersingkirkan dan terdiskriminasikan. Kaum yang menyatakan dirinya agamais memberontak, memperalat agama untuk merebut kesamarataan dan hak bagi setiap orang, terutama terhadap gelar kebangsawanan yang hidup dalam kebudayaan Minangkabau. Berkat kesadaran dari kedua belah pihak atas persamaan nasib dalam menghadapi Belanda, bersatulah kaum adat dengan kaum agama, akibatnya paham wahabi kalah, maka tegaklah simbol adat basandi syarak syarak basandi kitabulah di Minangkabau, simbol ini dipercayai lahir di Bukik Marapalam di Puncak Pato Tanah Datar. Bedasarkan kisah wahabi di Minangkabau tersebut, dapatkah generasi bangsa ini besrastu kembali bersatu, selayaknya yang pernah dilakukan oleh kaum agama dengan kaum adat untuk menghadapi Belanda?
Kembali kepada isu teroris, di lilirik pelaku pemboman yang bernama Dani ataua pun Air Setiawan secara ekonomi sama-sama berasal dari keluarga yang kurang mampu, hidup sederhana dan pendiam ternyata adalah antek-antek teroris. Dilihat dari kaca mata psikologi, hal ini murni dilatarbelakangi oleh kemiskinan yang telah melilit bangsa ini sudah cukup lama. Orang kaya hanya bertambah kaya, yang miskin bertambah miskin, kapitalis murni telah berpindah kepada kapitalis Absolut tersistem. Penulis melihat, bahwa kasus Dani, Air Setiawan adalah sebuah usaha pemberontakan dan penolakan masayarakat akan ketidakadilan realitas yang diderita anak bangsa selama ini, maka di sinilah isu penyerahan diri kepada agama secara mutlak diterima oleh rakyat sebagai sarana perjuangan, dibumbui dengan ideologi wahabi yang mendasari gerakan Nurdin M. Top. Alhasil, jihat dimaknai dengan sempit, seolah-oaeh telah mampu membuktikan bahwa memang benarlah islam itu dikembangkan dengan kekerasan. Penulis juga masih ingat kasus kartun Muhammad yang mendapat kecaman dari umat islam seluruh dunia, digambarkan di sana Muhammad membawa pedang sambil menunggang kuda, kiri kanan didampingi dengan sosok wanita cantik. Kiranya ini adalah kode yang sengaja dibuat oleh kaum yang tidak senang dengan kedamaian. Di dalam kasus terorisme ini kode itu kembali dikukuhkan, seakan-akan islam itu cinta kekerasan, haus jabatan dan segala macamnya. Siapakah yang berada dibalik itu semua? Layaknya adalah pengkodean yang dibuat oleh penguasa tunggal pemegang Hegemoni, seperti yang pernah ditulis oleh Chomsky di dalam teroris Internasional tahun 60-an.
Namun, dengan sangat mengejutkan muncul kembali isu bahwa yang tertembak mati di desa beji itu bukanlah Nurdin melainkan Ibrahim si pelaku bom di Ritz-Carlton. Seperti yang diberitakan Singgalang 11 Augustus 2009, bahwa setelah dilakukan tes DNA terhadap pelaku dan dicocokan dengan keluarga Nurdin jauh panggang dari api, maka dikatakanlah pelaku yang tertembak adalah Ibrahim alias Boim. Keseharian Boim bekerja di Hotel yang bersangkutan sebagai tatarias bunga. Lebih cocoknya Boim dikatakan sebagai Nurdin M. Pot dan bukan Nurdin M. Top. Pot bunga?
Terlepas dari fenomena itu, psikologi kemiskinan memang sangat berpengareh bagi perkembangan mental dan kejiwaan sesorang, orang miskin yang sedah kalut, bimbang sangat mudah dipengaruhi, tidak hanya simiskin yang beragama islam maupun si miskin yang beragama non islam. Kemiskinan akan menghilangkan kesadaran sesorang untuk menempuh jalan kebenaran. Kita masih ingat bahwa belum lama ini isu ponari cilik yang tiba-tiba jadi dokter, senyatanya adalah lambang dari keputusasaan kalangan bawah terhadap biaya rumah sakit yang cukup besar. Si miskin bisa saja menggadaikan harga dirinya demi hasil usaha yang dia dapatkan, si miskin putus asa dan bom bunuh diri yang dianggap sebagai ibadah teralkhir adalah salah satu persepsi yang sangat salah.
Di samping itu, kemskinan juga akan membuat kejiwaan seseorang rentan dengan tindak kekerasan, kurang menghargai nyawa. Seperti kasus yang terjadi di derah tambang emas masyarakat di Kabupten Sijunjung Sumatra Barat, banyak pekerja pencari emas tewas di dalam bekerja, terlebih lagi bagi tambang yang berada di dalam kedalam air yang mencapai puluhan km, rentan sekali dengan kematian sebagai akibat keruntuhan dinding tanah yang menimpa para pekerja. Anehnya, kasus ini sudah dianggap biasa oleh masyarakat setempat dan tidak pernah diusut, kalau pun diusut akan mendapat halangan dari masyarakat setempat. Di sini terlihat jelas ketakukan masyarakat atas penguasaan tanah ulayat yang notabenenya berisi banyak emas akan dikuasai oleh negara. Dikatakan juga bahwa daerah itu setiap tahunnya meminta korban manusia, jadi sangat wajar menimbulkan korban manusia. Nah, jelas sekali terlihat hukum tidak pernah dan hukum tidak mampu menjamah kehidupan masyarakat yang seperti ini. Ini adalah salah satu cara masyarakat Si Junjuang untuk menaklukan kemiskinan.
Kemudian, mari membaca sedikit tentang sejarah tindakan saparatis yang terjadi di daerah-daerah seperti DI/TII, GAM, PERMESTA, PRRI dan lain-lain, nyatanya masih dilatarbelakangi oleh kemiskinan, deskriminasi yang dinamakan dengan ketidakadilan.. Nah, kenapa kita tidak pernah menanggapi kasus yang sudah bertahun-tahun ini terjadi dengan mata terbuka? Kenapa terorisme itu ada? Apa latarbelakang kemunculannya? Siapa yang berada dibalik itu semua?
Ada jalan keluar yang patut dikritisi yaitu kemiskinan yang melilit masyarakat indonesia, jika tidak terorisme akan selalu subur hidup di tanah air ini. Jika kemiskinan dapat diberantas, pengaruh-pengruh dari pihak-pihak yang menginginkan kehancuran persatuan dan kesatuan bangsa ini tidak akan bisa berkutik, kecintaan terhadap bangsa akan meningkat, persamaan nasib seperjuangan di saat penjajahan kolonal akan kembali terkuak, senangkanlah masyarakat.
Meskipun begitu, dalam memberantas kemiskinan itu tidak cukup hanya dengan dana BLT atau beras miskin, sebab kemiskinan yang sudah diderita bangsa ini bukan hanya kemiskinan harta, tetapi kemiskinan yang sangat mendasar dalam pembentukan kepribadian sesorang yaitu kemiskinan ilmu pengetahuan dan kemiskinan moral.
*Mahasiswa Pasca Sarjana Linguistik Kebudayaan Univeristas Andalas Padang.

Tidak ada komentar:

Link

Pemberian tahu!

  • Selamat kepada Nurhasni, Alumni Sastra Minangkabau Angkatan 2000 yang telah memperoleh beasiswa dari FORD FOUNDATION INTERNATIONAL FELLOWSHIPS PROGRAM DI INDONESIA , untuk melanjutkan program Masternya. Semoga selalu berjaya!
  • Selamat kepada Ibu Drs. Zuriati, M. Hum sudah diterima di Universitas Indonesia untuk melanjutkan program Doktor, semoga jalannya selalu dilapangkan oleh Allah SWT.Amin!
  • selamat kepada Hasanadi. SS, telah diterima di Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional

Blog Alternatif

Siapakah Peneliti Melayu Yang Paling Anda Kagumi?

Istana

Istana
Rumah Kami
Powered By Blogger

Arsip Blog

Mengenai Saya

Foto saya
Pariaman, Sumatra Barat, Indonesia
SEMOGA TULISAN TERSEBUT BERMANFAT BAGI PEMBACA, DILARANG KERAS MENGUTIP BAIK KATA-KATA, MAUPUN MENCIPLAK KARYA TERSEBUT, KARENA HAL TERSEBUT ADALAH PENGHIANATAN INTELEKTUAL YANG PALING PARAH DI DUNIA INI, KECUALI MENCANTUMKAN SUMBERNYA.

Bagimana Penilaian Anda tentang Blog ini?

Cari Blog Ini

Daftar Blog Saya

Pengikut

Sastra Minangkabau Headline Animator

SEJARAH MARXIS INDONESIA

UNIVERSITAS

GEDUNG KESENIAN DAN TEATER

LOVE

Al-Qur'an dan Al-Hadist


Tan Malaka

1897 - 1949

1921 SI Semarang dan Onderwijs

1925 Menuju Republik Indonesia (Naar de 'Republiek Indonesia')

1926 Semangat Muda

Aksi Massa

1943 Madilog

1945 Manifesto Jakarta

Politik

Rencana Ekonomi Berjuang

Muslihat

1946 Thesis

1948 Islam Dalam Tinjauan Madilog

Pandangan HidupKuhandel di Kaliurang

GERPOLEK (GERilya - POLitik - EKonomi)

Proklamasi 17-8-1945, Isi dan Pelaksanaannya

Tan Malaka (1921)

Sumber: Yayasan Massa, terbitan tahun 1987

Kontributor: Diketik oleh Abdul, ejaan diedit oleh Ted Sprague (Juni 2007)

Kekuasaan Kaum – Modal Berdiri atas didikan yang berdasar kemodalan.
Kekuasaan Rakyat hanyalah bisa diperoleh dengan didikan kerakyatan.

Kata Pengantar Penerbit

Lagi sebuah buku kecil (brosur) Tan Malaka berjudul “SI Semarang dan Onderwijs”, yang ejaan lama telah kita sesuaikan dengan ejaan baru, dan juga telah kita tambah dengan daftar arti kata-kata asing hal 34-36.

Brosur ini diterbitkan di Semarang pada tahun 1921 oleh Serikat Islam School (Sekolah Serikat Islam). Karya pendek Tan Malaka ini sudah termasuk: “Barang Langka”. Brosur ini merupakan pengantar sebuah buku yang pada waktu itu akan ditulis oleh Tan Malaka tentang sistem pendidikan yang bersifat kerakyatan, dihadapkan pada sistem pendidikan yang diselenggarakan kaum penjajah Belanda. Bagaimana nasib niat Tan Malaka untuk menulis buku tentang pendidikan merakyat itu, kami sebagai penerbit kurang mengetahuinya. Mungkin Tan malaka tidak sempat lagi menulisnya karena tidak lama kemudian beliau dibuang oleh penjajah Belanda karena kegiatan perjuangannya dan sikapnya yang tegar anti kolonialisme, imperialisme dan kapitalisme. Terserah kepada penelitan sejarah Bangsa Indonesia nantinya untuk menelusuri perkara ini. Yang jelas tujuan Tan Malaka dalam pendidikan ialah menciptakan suatu cara pendidikan yang cocok dengan keperluan dan cita-cita Rakyat yang melarat !

Dalam hal merintis pendidikan untuk Rakyat miskin pada zaman penjajahan Belanda itu, tujuan utama adalah usaha besar dan berat mencapai Indonesia Merdeka. Tan Malaka berkeyakinan bahwa “Kemerdekaan Rakyat Hanyalah bisa diperoleh dengan DIDIKAN KERAKYATAN” menghadapi “Kekuasan Kaum Modal yang berdiri atas DIDIKAN YANG BERDASARKAN KEMODALAN”.

Jadi, usaha Tan Malaka secara aktif ikut merintis pendidikan kerakyatan adalah menyatu dan tidak terpisah dari usaha besar memperjuangkan kemerdekaan sejati Bangsa dan Rakyat Indonesia.

Untuk sekedar mengetahui latar-belakang mengapa Tan Malaka sebagai seorang pejuang besar dan revolusioner itu sadar dan dengan ikhlas terjun dalam dunia pendidikan pergerakan Islam seperti Sarekat Islam ? Tidak lain karena keyakinannya bahwa kekuatan pendorong pergerakan Indonesia itu adalah seluruh lapisan dan golongan Rakyat melarat Indonesia, tidak perduli apakah ia seorang Islam, seorang nasionalis ataupun seorang sosialis.

Seluruh kekuatan Rakyat ini harus dihimpun dan disatukan untuk menumbangkan kolonialisme Belanda di Tanah Air kita. Persatuan ini harus di tempat di kawah candradimukanya perjuangan menumbangkan kolonialisme dan imperialisme. Inilah mengapa Tan Malaka pun tidak ragu-ragu dan secara ikhlas terjun dalam dunia pendidikan masyarakat Islam. Dalam lingkungan pendidikan Serikat Islam yang merupakan pergerakan rakyat yang hebat pada waktu itu. Jangan pula dilupakan bahwa usia Tan Malaka pada waktu itu masih sangat muda.

Memasuki ISI dari karya pendek Tan Malaka ini, dikemukakan oleh Tan Malaka TIGA TUJUAN pendidikan dan kerakyatan sebagai berikut :

1. Pendidikan ketrampilan/Ilmu Pengetahuan seperti : berhitung, menulis, ilmu bumi, bahasa dsb. Sebagai bekal dalam penghidupan nanti dalam masyarakat KEMODALAN.
2. Pendidikan bergaul/berorganisasi serta berdemokrasi untuk mengembangkan kepribadian yang tangguh, kepercayaan pada diri sendiri, harga diri dan cinta kepada rakyat miskin.
3. Pendidikan untuk selalu berorientasi ke bawah.

Si Kromo, si-Marhaen, si-Murba tanpa memandang kepercayaan agama, keyakinan dan kedudukan mereka, dalam hal ini termasuk golongan-golongan rakyat miskin lainnya.

Ketiga TUJUAN pendidikan kerakyatan tersebut telah dirintis oleh Tan Malaka dan para pemimpin Rakyat lainnya seperti Ki Hajar Dewantara, Muhammadiyah, pesantren-pesantren Nahdatul Ulama, SI dsb. Semua usaha, pengorbanan mereka itu tidak sedikit sahamnya dalam Pembangunan Bangsa/National Building dan dalam membangkitkan semangat perjuangan memerdekakan Rakyat Indonesia dari belenggu penjajahan. Merek atelah memberikan yang terbaik dalam hidup mereka kepada Bangsa dan Rakyat Indonesia. Mereka telah tiada, tetapi jiwanya yang menulis, jiwa-besar mereka, pikiran-pikirannya yang agung akan tetap hidup sepanjang zaman.

Akhir kata dikutip di bawah ini ucapan tokoh besar pergerakan kemerdekaan dan pemimpin besar Presiden Amerika Serikat ABRAHAM LINCOLN sebagai berikut :

“WE MUST FIRST KNOW WHAT WE ARE, WHERE WE ARE AND WHERE WE ARE GOING, BEFORE SAYING WHAT TO DO AND HOW TO DO IT”

”Pertama-tama harus diketahui Apa kita, dan Dimana Kita serta Kemana Kita akan pergi, sebelum mengatakan apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukanya”.

Penerbit,

Yayasan Massa, 1987