Senin, 01 Maret 2010

PASAMBAHAN TRADISI LISAN YANG TERLUPAKAN

Oleh: M.Yunis

Salah satu cara berkomunikasi bagi masyarakat Minangkabau ialah beretutur secara lisan. Komunikasi akan tetap berjalan, ketika penutur dan lawan tutur berehadapan secara langsung. Kelihaian masyarakat Minang dalam bertutur sacara lisan ini sudah diakui oleh masyarakat budaya luar. Hal ini, sangat dipengaruhi oleh keindahan-keindahan tuturan yang dihasilkan, serta perumpamaan-perumpaman yang digunakan, menciptakan keindahan tertentu.
Alam, merupakan salah satu inspirasi bagi masyarakat Minang dalam menciptakan sebuah tuturan. Orang Minang beranggapan, bahwa apa yang terjadi di alam ini, terjadi pula bagi setiap individu.Alhasil, terciptalah falsafah Alam Takambang Jadi Guru. Melalui alam, manusia dapat memetik berbagai macam pelajaran, melaui alam manusia dapat mencontoh, dengan kata lain alam menjadi guru terbaik dalam menaungi lautan kehidupan.
Namun, tetap saja tuturan yang tercipta di masing–masing daerah berbeda-beda. Hal ini, dipengaruhi oleh keadaan alam yang berbada-bada pula. Sering kita jumpai tuturan di suatu daerah bernada keras, hal ini dipengaruhi lingkungan geogravis tempat itu berdekatan dengan pantai, seperti di Pariaman. Begitu pula tuturan yang bernada lembut atau halus, hal ini juga sangat dipengaruhi oleh geogravis daerah tersebut yang berada di daerah pegunungan yang bersuasana tenang.
Di daerah Pariaman, letak geogravisnya berdekatan dengan pantai. Hal ini, melatari tereciptanya sebuah tuturan bernada agak keras. Karena, desiran ombak yang memekakan telinga, tidak memungkinkan masyarakat berbicara dengan nada yang lunak, hal itu akan dikalahkan oleh bunyi deburan ombak di sekitar pantai.
Walupun begitu, bukan berarti masyarakat Pariaman tidak mampu bertutur sapa dengan lemah lembut. Di dalam acara-acara yang bersifat saremonial, masyarakat Pariaman, tetap mempertahankan tuturan yang bernilai seni dan enak didengar. Tuturan tersebut di kenal dengan nama Pasambahan.
Berdasarkan tingkah laku orang yang berpasambaan ini, sambah bukan berarti bertekuk lutut dan bukan pula takluk kepada seseorang. Walupun Pasambahan berasal dari kata sambah (sembah), tetapi sembah di sisni diartikan sebagai sebuah acara yang beretika dan disuguhkan ketika dimulainya suatu pembicaraan, dengan sedikit merendahkan diri.
Sambah pada hakikatnya ialah kata kerja, kemudian berubah menjadi kata benda, yang terlebih dahulu mengalami afiksasi pa- dan -an, maka terangkailah menjadi Pasambahan.
Pasambahan merupakan penamaaan yang diberikan kepada sebuah dialog yang terjadi, yang sebelumnya telah dirangkai sedemikian rupa sehingga memiliki makna filosifis dan juga bernilai seni, yang terjadi antara dua pihak yaitu tuan rumah dengan Korong (masyarakat) sebagai undangan. Kegiatan ini,  terjadi dalam sebuah acara yang bersifat saremonial. Upacara tersebut ialah upacara perkawinan, pengangkatan penghulu, alek Nagari dan pengangkatan pengurus surau.
Di Minangkabau, tindak tutur berPasambahan sering ditemukan yaitu pada upacara perkawinan. Untuk melakukan kegiatan ini, akan selalu diawali dengan tradisi tutur Pasambahan, yang dimulai dari pembukaan alek yang disebut dengan naiak urang mudo hingga penutupan alek yaitu manulak urang mudo. Akan tetapi, yang lebih berpengaruh bagi kelancaran alek adalah Pasambahan naik urang mudo.
Namun, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa pengaruh yang besar bagi kebertahanan tuturan tersebut. Pengaruh yang ditimbulkan adalah, semakin terpinggirkan budaya tutur berpasambahan dalam lingkungan masyarakat Minang. Diperparah dengan mengglobalnya hiburan yang bersifat mederen Akibatnya, tradisi tutur berPasambahan yang akrab dengan kesehariannya, secara berangsur-angsur hilang. Padahal, di dalamnya serat dengan pesan-pesan moral. Hanya saja, kelemahan dari generasi penerus ialah ketidak mampuan mereka memahami makna dari teks tutur Pasamabahan tersebut.
Oleh karena itu, pengggunaan tradisi tutur Pasambahan di Minangkabau, mengalami kemunduran. Berkurangnya intensitas penggunaan membuat tindak tutur berPasambahan semakin tidak dikenal dalam kehidupan masyarakat Minang, terlebih lagi generasi muda. Ketradisiannya membuat generasi muda bosan, sehingga mereka cenderung menjauhi arena tutur Pasambahan tersebut. Dan diperparah dengan ketidakmengertian mereka terhadap rangkaian kata-kata adat yang tertuang dalam tindak tutur Pasambahan tersebut, sehingga membuat Pasambahan ini semakin terbelakang dalam  percaturan zaman.
Pola hidup merantau yang sudah berkembang dari dahulu hingga sekarang, menjadikan pasambahan semakin terbelakang di mata generasi muda. Seperti kata pituah adat ’’ karatau madang di hulu, babuah babungo balun, karantau bujang dahulu, di rumah paguno balun’’. Adanya anjuran seperti inilah yang membuat generasi muda terinspirasi untuk meninggalkan kampung halaman mereka untuk mengadu nasib di parantauan. Kalaupun, di antara mereka kemabali ke kampung halaman, jarang sekali di antara mereka untuk dapat tergabung kembali dengan budaya tradisi setempat. Sebab, selama ini mereka telah menyecap dan menyerap manisnya informasi dunia luar di kota besar. Akhirnya akan memperbesar budaya cuek dari generasi muida.
Sikap antipatis seperti ini, akan semakin mempertebal sikap acuh tak acuh generasi muda, pada initinya mereka menolak keberadaan tuturan Pasambahan ini walaupun sikap tersebut tidak diutarakannya. Mereka lebih memilih santai duduk di lapau menjelang selesainya Pasambahan ini, kemudian setelah itu baru mereka datang. Hal inipun, hanya sebatas menyaksikan hiburan yang dihidangkan tuan rumah. Dan terdapat pula di antara pemuda yang hadir dari awal, tetapi mereka tidak ikut tergabung dalam arena tuturan Pasambahan. Mereka lebih memilih duduk santai di luar rumah sambil bercengkrama dengan pemudi-pemudi yang hadir dalam perhelatan tersebut.
Pasambahan, terdiri dari beberapa bagian. Di antaranya pasambahan lakuang tinajuan, pasambahan siriah dan pasambahan mangabakan alek. Melalui pasambahan ini, kita dapat mengetahui tata cara masyarakat tersebut bertutur. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, tuturan tersebut tak obahnanya sebuah adu nyali, antara tuan rumah dengan masyarakat, pemetaforaan terhadap kalimat serta kiasan-kiasan yang digunakan menciptakan makna-makna yang dapat mengasah cara berfikir masyarakat. Analisis Pragmatig dengan pendekatan tindak tutur ilokusi ialah salah satu teori yang tepat untuk menmgupas makna yang dimaksudkan oleh penutur maupun mitra tutur.
Oleh karena itu, pengkajian terhadap pasambahan sangat perlu dilakukan. Kerana melalui pasambahan tersebut kita dapat mengetahui cara berfiukir masyarakat. Di samping itu, kita dapat mengetahui makna-makna apa saja yang disampaikan penutur kepada lawan tuturnya. Melalu gebrakan ini akan terungkap kenapa masyarakat Minangkabau selalu melaksanakan tradisi berpasambahan di setiap acara yang bersifat saremonial? Dan kenapa pula tradisi ini harus di pertahankan?.   

                                                                                                Mahasiswa Pasca Linguistik Budaya Unand

Tidak ada komentar:

Link

Pemberian tahu!

  • Selamat kepada Nurhasni, Alumni Sastra Minangkabau Angkatan 2000 yang telah memperoleh beasiswa dari FORD FOUNDATION INTERNATIONAL FELLOWSHIPS PROGRAM DI INDONESIA , untuk melanjutkan program Masternya. Semoga selalu berjaya!
  • Selamat kepada Ibu Drs. Zuriati, M. Hum sudah diterima di Universitas Indonesia untuk melanjutkan program Doktor, semoga jalannya selalu dilapangkan oleh Allah SWT.Amin!
  • selamat kepada Hasanadi. SS, telah diterima di Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional

Blog Alternatif

Siapakah Peneliti Melayu Yang Paling Anda Kagumi?

Istana

Istana
Rumah Kami
Powered By Blogger

Arsip Blog

Mengenai Saya

Foto saya
Pariaman, Sumatra Barat, Indonesia
SEMOGA TULISAN TERSEBUT BERMANFAT BAGI PEMBACA, DILARANG KERAS MENGUTIP BAIK KATA-KATA, MAUPUN MENCIPLAK KARYA TERSEBUT, KARENA HAL TERSEBUT ADALAH PENGHIANATAN INTELEKTUAL YANG PALING PARAH DI DUNIA INI, KECUALI MENCANTUMKAN SUMBERNYA.

Bagimana Penilaian Anda tentang Blog ini?

Cari Blog Ini

Daftar Blog Saya

Pengikut

Sastra Minangkabau Headline Animator

SEJARAH MARXIS INDONESIA

UNIVERSITAS

GEDUNG KESENIAN DAN TEATER

LOVE

Al-Qur'an dan Al-Hadist


Tan Malaka

1897 - 1949

1921 SI Semarang dan Onderwijs

1925 Menuju Republik Indonesia (Naar de 'Republiek Indonesia')

1926 Semangat Muda

Aksi Massa

1943 Madilog

1945 Manifesto Jakarta

Politik

Rencana Ekonomi Berjuang

Muslihat

1946 Thesis

1948 Islam Dalam Tinjauan Madilog

Pandangan HidupKuhandel di Kaliurang

GERPOLEK (GERilya - POLitik - EKonomi)

Proklamasi 17-8-1945, Isi dan Pelaksanaannya

Tan Malaka (1921)

Sumber: Yayasan Massa, terbitan tahun 1987

Kontributor: Diketik oleh Abdul, ejaan diedit oleh Ted Sprague (Juni 2007)

Kekuasaan Kaum – Modal Berdiri atas didikan yang berdasar kemodalan.
Kekuasaan Rakyat hanyalah bisa diperoleh dengan didikan kerakyatan.

Kata Pengantar Penerbit

Lagi sebuah buku kecil (brosur) Tan Malaka berjudul “SI Semarang dan Onderwijs”, yang ejaan lama telah kita sesuaikan dengan ejaan baru, dan juga telah kita tambah dengan daftar arti kata-kata asing hal 34-36.

Brosur ini diterbitkan di Semarang pada tahun 1921 oleh Serikat Islam School (Sekolah Serikat Islam). Karya pendek Tan Malaka ini sudah termasuk: “Barang Langka”. Brosur ini merupakan pengantar sebuah buku yang pada waktu itu akan ditulis oleh Tan Malaka tentang sistem pendidikan yang bersifat kerakyatan, dihadapkan pada sistem pendidikan yang diselenggarakan kaum penjajah Belanda. Bagaimana nasib niat Tan Malaka untuk menulis buku tentang pendidikan merakyat itu, kami sebagai penerbit kurang mengetahuinya. Mungkin Tan malaka tidak sempat lagi menulisnya karena tidak lama kemudian beliau dibuang oleh penjajah Belanda karena kegiatan perjuangannya dan sikapnya yang tegar anti kolonialisme, imperialisme dan kapitalisme. Terserah kepada penelitan sejarah Bangsa Indonesia nantinya untuk menelusuri perkara ini. Yang jelas tujuan Tan Malaka dalam pendidikan ialah menciptakan suatu cara pendidikan yang cocok dengan keperluan dan cita-cita Rakyat yang melarat !

Dalam hal merintis pendidikan untuk Rakyat miskin pada zaman penjajahan Belanda itu, tujuan utama adalah usaha besar dan berat mencapai Indonesia Merdeka. Tan Malaka berkeyakinan bahwa “Kemerdekaan Rakyat Hanyalah bisa diperoleh dengan DIDIKAN KERAKYATAN” menghadapi “Kekuasan Kaum Modal yang berdiri atas DIDIKAN YANG BERDASARKAN KEMODALAN”.

Jadi, usaha Tan Malaka secara aktif ikut merintis pendidikan kerakyatan adalah menyatu dan tidak terpisah dari usaha besar memperjuangkan kemerdekaan sejati Bangsa dan Rakyat Indonesia.

Untuk sekedar mengetahui latar-belakang mengapa Tan Malaka sebagai seorang pejuang besar dan revolusioner itu sadar dan dengan ikhlas terjun dalam dunia pendidikan pergerakan Islam seperti Sarekat Islam ? Tidak lain karena keyakinannya bahwa kekuatan pendorong pergerakan Indonesia itu adalah seluruh lapisan dan golongan Rakyat melarat Indonesia, tidak perduli apakah ia seorang Islam, seorang nasionalis ataupun seorang sosialis.

Seluruh kekuatan Rakyat ini harus dihimpun dan disatukan untuk menumbangkan kolonialisme Belanda di Tanah Air kita. Persatuan ini harus di tempat di kawah candradimukanya perjuangan menumbangkan kolonialisme dan imperialisme. Inilah mengapa Tan Malaka pun tidak ragu-ragu dan secara ikhlas terjun dalam dunia pendidikan masyarakat Islam. Dalam lingkungan pendidikan Serikat Islam yang merupakan pergerakan rakyat yang hebat pada waktu itu. Jangan pula dilupakan bahwa usia Tan Malaka pada waktu itu masih sangat muda.

Memasuki ISI dari karya pendek Tan Malaka ini, dikemukakan oleh Tan Malaka TIGA TUJUAN pendidikan dan kerakyatan sebagai berikut :

1. Pendidikan ketrampilan/Ilmu Pengetahuan seperti : berhitung, menulis, ilmu bumi, bahasa dsb. Sebagai bekal dalam penghidupan nanti dalam masyarakat KEMODALAN.
2. Pendidikan bergaul/berorganisasi serta berdemokrasi untuk mengembangkan kepribadian yang tangguh, kepercayaan pada diri sendiri, harga diri dan cinta kepada rakyat miskin.
3. Pendidikan untuk selalu berorientasi ke bawah.

Si Kromo, si-Marhaen, si-Murba tanpa memandang kepercayaan agama, keyakinan dan kedudukan mereka, dalam hal ini termasuk golongan-golongan rakyat miskin lainnya.

Ketiga TUJUAN pendidikan kerakyatan tersebut telah dirintis oleh Tan Malaka dan para pemimpin Rakyat lainnya seperti Ki Hajar Dewantara, Muhammadiyah, pesantren-pesantren Nahdatul Ulama, SI dsb. Semua usaha, pengorbanan mereka itu tidak sedikit sahamnya dalam Pembangunan Bangsa/National Building dan dalam membangkitkan semangat perjuangan memerdekakan Rakyat Indonesia dari belenggu penjajahan. Merek atelah memberikan yang terbaik dalam hidup mereka kepada Bangsa dan Rakyat Indonesia. Mereka telah tiada, tetapi jiwanya yang menulis, jiwa-besar mereka, pikiran-pikirannya yang agung akan tetap hidup sepanjang zaman.

Akhir kata dikutip di bawah ini ucapan tokoh besar pergerakan kemerdekaan dan pemimpin besar Presiden Amerika Serikat ABRAHAM LINCOLN sebagai berikut :

“WE MUST FIRST KNOW WHAT WE ARE, WHERE WE ARE AND WHERE WE ARE GOING, BEFORE SAYING WHAT TO DO AND HOW TO DO IT”

”Pertama-tama harus diketahui Apa kita, dan Dimana Kita serta Kemana Kita akan pergi, sebelum mengatakan apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukanya”.

Penerbit,

Yayasan Massa, 1987