Rabu, 17 Maret 2010

jadwal seminar internasional linguistik budaya

DAFTAR NAMA PEMAKALAH PARIPURNA DAN PARALEL I,II,III






























PARIPURNA







NO NAMA MODERATOR







I (09.20-10.20) OKTAVIANUS, NORIAH, ERMANTO RAMADHANI







II (13.30-14.30) SYAIFULLAH, CHONG SHIN, NADRA NGUSMAN







III (16.00-17.00) DAVID GILL, SAWIRMAN, JUFRIZAL HASANUDDIN





























PARALEL
















A B C



I (10.25-11.25)







(JUFRIZAL) (NOVIA JUITA) (FAJRI USMAN)







SUDARTOMO IKE REVITA NGUSMAN
MODERATOR





HERAWATI PUDAI YULINO INDRA LAILA KURNIAWATI PAADE
IKE REVITA




RITA NOVITA MUKHAMDANAH NURYANI
RENIWATI






HERIANAH
HERAWATI PUDAI




II (11.30-12.30)
FAJRI USMAN




(HASNAH) (IKE REVITA) (RENIWATI)
JUFRIZAL





M. YUSDI CHONG SHIN/REMI NOVIA JUITA







WATI KURNIAWATI SRI WAHYUNI HERY BUDHIONO
YUSDI





RITA ERLINDA NURUL FITRI JOSEFINO DAN YESSY MARKOLINDA
WATI KURNIAWATI




III ((14.35-15.35)
NOVIA JUITA




(WATI KURNIAWATI) (NOVIA JUITA) (YUSDI)
HASNAH





NORIAH/RENIWATI FAJRI USMAN ERIZAL GANI







HASNAH YANTI RISWARA NINAWATI







HERWANDI NURAIDAR KHANIZAR CHAN

Kamis, 11 Maret 2010

DIA TIDAK AKAN PERNAH KEMBALI

TA

Sudah dua tahun lebih hatiku menunggunya. Dulu pernah berjanji, jika kau ingat diriku, pergilah ketempat yang pernah membuat kita bahagia! Itu kataku.Akupun serupa, saat aku ingat dirinya, aku juga pergi kesana. Aku tidak tau apakah dia pernah berkunjung kesana, tetapi aku rasakan rohnya hadir, jejak tapak kakinya seakan aku lihat, ya bekas kursi tempat duduknya, saat dia menangis, bengong, aku rasakan semua. Aku nikmati saja bekas-bekas itu, semoga aku bisa bertemu dirinya kembali…ah tapi sudahlah, itukan hanya mimpi saja, dia tidak akan pernah kembali kataku, dia sudah bahagia, tetapi kumerasakan dia tidak sebagahia yang kupikir, dia akan selalu mengingat aku, karena jejakku tertancap disanubarinya selamanya.

Setelah saat itu, aku bersumpah tidak akan pernah lagi kembali ketempat itu, tempat yang pernah membuat aku bahagia sekaligus meghancurkan aku selamnya.
 Sebulan yang lalu akau menangis kembali, entah apalah artinya, dia yang tanpa diundang dating dalam mimpiku, padahal aku tidak pernah memikirkan tentang dirinya yang telah raib bersama awan putih. Dia marah-marah, ‘’’kamu yang pergi dariku dan kamu juga yang membuat aku sederita ini, asalkan kamu tau, aku akan selalu menghantui kamu’’.
Sejak mimpi itu, aku tidak ingin mengenal lebih jauh kaum hawa, setiap kali aku berniat memulai yang baru, bayangannya selalu hadir sambil menangis, kuurungkan niat kembali membuka hati tuk orang lain…tetapi apakah dia mengerti? Aku juga tidak tau dan tidak akan pernah tau, karena seingatku dia telah terkubur bersama derai seribu malam…

Ini hanya sebagian dari kata hati dan sebagian lagi tidak mampu diungkapkan dengan leptop ku yang kecil ini.ku kembali berpikir, sudah bertahun-tahun tetapi dia selalu datang kembali, menghantui meneror kehidupan ku yang ku anggap sudah mulai Normal. Terkadang aku ingin membunuh bayang-bayangnya itu agar aku terbebas dari siksanya..ah sudah lah…titian kedepan semakin lapuk, lebih baik kulewati segara mungkin…

Aku benar-benar pergi…!

Jogyakarta, 2010 



BULAN SABIT TANJUNG MEDAN

M.YUNIS

Sepenggalan tahun 99, Sabtu Rabiul Awal, Tanjung Medan semarak. Gemintang berkedip, gelombang awan terlihat cukup jelas dipantuli cahaya bulan sabit. Saat seperti ini biasanya ada bintang jatuh, jika ini terjadi penduduk Tanjung Medan terkesima, kegiatan dihentikan, selorohan ditutup, hentakan batu domino dimeja-meja lapau tertegun seketika, kartu-kartu joker berserakan di atas tikar pandan lusuh milik Pak Adi. Semua memohon sebuah pinta kepada Bintang yang jatuh atau kepada bulan sabit merah malam itu. Entah apa saja yang diharapkan dari benda langit itu, tetapi begitulah kejadian yang sangat ditunggu-tunggu penduduk kampung.

Sementara Puji lebih memilih duduk menunggu di atas lantai teras tanah di depan rumahnya, dia tidak peduli dengan seringai jangkrik ataupun bintang jatuh yang memecahkan lamunannya ketika itu. Baginya bintang jatuh hanyalah sebuah mitos yag diwariskan kaum animisme dan dinamisme masa lalu, sekarang sudah abad moderen, dan dia membenci terhadap masyarakatnya masih percaya akan kemangkusan mitos tersebut. Terkadang masyarakat tradisional mengatakan bahwa itu suatu petanda baik jika dipandang baik, sebagian bilang itu petanda buruk ketika kita memikirkan hal yang terburuk. Bagi Puji itu sama saja, sebab dia sudah menciptakan tapakan jalan sendiri untuk menuju impiannya, ya dia ingin menyempurnakan rumah yang terbengkalai, sebab sebagai seorang suami ayang baru saja di karuniai seorang putra, mempunyai tanggup jawab masa depan yang besar terhadap keluarga batihnya. Terkadang dia berhayal ingin hidup di masa lalu.
Andai saja kakek buyutnya tidak dibunuh oleh tentara rimba itu, andai saja harta-hartanya tidak diganyangi Tukang Pisang Pauh Kambar itu, tentu hidupnya tidak sedera sekarang. Mungkin gelar Dt. Raja. Amai Said akan jatuh ke tangannya, dan juga harta-hartanya itu, padahal dia sendiri tidak sadar hayalan itu telalu mustahil baginya, sebab Harta Pusaka tinggi hanya akan jatuh kepada keponakan Amai Said. Lalu dua orang nenek perempuannya memilih kabur bersama tentara pusat, ingin dia rajam sejadi-jadinya, Puji menganggap dua orang pelacur itulah yang menebarkan wabah dalam keluarganya, sampai sekarang Puji tidak tahu muara tumpuan hanyut, dan rimba tempat berkuburnya. Apakah mereka itu masih hidup atau keturunannya masih diperlakukan sama seperti dulu, Puji sendiri tidak akan pernah tahu dan lebih memilih tidak mau tahu. Dia mengangap dua orang perempuan masa lalu itu tidak pernah tercatat dalam sejarah keluarganya.
Di saat malam kian merangkak naik, puji gelisah, awalnya dia yakin banyak pasiennya yang akan datang malam minggu itu, jika tidak dia kehabisan akal dan juga kehabisan bekal membeli pasokan susu untuk si Puji muda. Malam inilah andalah satu-satunya.
‘’Aduh, Si Azam, sudah segini malam belum juga muncul, tidak tahu orang sudah sekarat!’’, umpatnya Puji.
‘’Bang tidak makan dulu bang?’’, ajak sang istrinya dari dalam rumah.
‘’Belum lapar Tun, duluan saja!’’
‘’Tapi nasinya keburu dingin Bang!’’
‘’Tidak masalah, nasi basi pun Abang santap, si Buyung bagaimana? sudah kamu suapin?’’
‘’Sudah Bang, tapi baru separoh!’’
‘’Kenapa separoh, apa buburnya tidak cukup Dik?’’
‘Bukan Bang, lenteranya mati, mungkin kehabisan minyak, tapi tidak apa Bang, si Buyung sudah tertidur!’’
‘’Sebaiknya kamu juga tidur! Biarkan aku bekerja!’’
Si Istri manut dengan perintah suaminya itu. Sesaat Puji melirik penunjuk waktu yang tertera di Nokia 330 miliknya, waktu memang sudah berjalan kira-kira separoh malam.
‘’Ya.., sudah jam 12 malam tapi mereka masih juga muncul, sialan itu anak!’’
‘’Dasar keturunan orang terlibat, suka tidak tepat janji!’’
Sementara di sudut kampung lain, Azam masih saja asyik bercengkrama dengan Anton, kegembiraan itu dilengkapi Pil BK yang diselipkan Anton di Kaos kakinya saat di atas bus menuju Bukit gadang. Anton bercerita masa-masa diuber-uber oleh polisi gadungan di Medan hingga dia diselamatkan oleh banci yang kebetulan sedang susah mendapat pelanggan, Anton menjadi penikmat babi panggang di Tepian Samosir Sumatra Utara.
‘’Kamu tau Mbel? waktu di Medan kemaren BB ini sudah menjadi barang harian, teman saya punya 5 hektar perkebunan, enaknya jika saja datang mengunjunginya akhir pekan, saya selalu ketiban rezeki!’’
‘’Rezki apa Mbel?’’, Azam menyela
‘’Kamu memang begok ya Zam? Ya.., BB lah, masak BK!’’
‘’Sekarang kamu punya BB? saya lagi butuh 1 garis!’’, pinta citok pada Anton.
‘’Sekarang sih tidak ada, BK ini beruntung tidak aku buang, saat pulisi hutan razia di Ujuang Batu kemaren Malam!’’, jelas Anton.
‘’Kamu tertangkap?’’, Azam penasaran
‘’Dasar Gembel! Kalau tertangkap tidak mungkin aku ada di depan kalian semua sekarang, begok.., begoook!’’
Azam sakit hati dengan gaya Anton agak kekota-kotaan, padahal Azam tahu Anton dulunya anak yang paling bodoh di Gunung Ujung, dia selalu menangis saat kepalanya di pukul Azam, tapi sekarang malah dia yang sok jawara, Azam lebih memilih membisu, Azam takut Pukulannya melayang, apalagi setengah teler seperti itu.
Udara malam semakin terasa, itu petanda malam sudah mulai merangkak turun, tetapi anak muda itu belum juga sadar bahwa di lapau sebelah dua anak muda berjas hitam terus memerhatikan mereka. Di suasana yang semakin sunyi itu, tidak ada lagi bintang yang jatuh, bulan sabit juga sudah mulai dibayangi awan-awan malam. Citok dan Azam lupa bahwa Puji telah menunggu lama di Tanjung Medan, Azam sadar walaupun setengah teler, Citok sendiri memang sudah ngawur, dia ketawa sendiri, tidak ingat lagi kepada Jupri yang sejak siang minta pertolongan untuk dicarikan BB satu garis, barang itu berguna bagi Jupri meramaikan pesta perkawinan kakak perempuanya yang pertama. Tetapi Azam cepat sadar walau sudah agak terlambat bertepatan dengan munculnya Jupri dengan RX KING.
‘’Citok! Sialan kamu, mana uang aku?’’, tuntut Jupri.
Citok hanya tertawa.
‘’Sudahlah Jup! biarkan saja dia, uangnya saya yang menyimpan, biar saya saja yang ke tempat Bang Puji!’’
‘’Ah.., tidak usah lagi, tamu-tamuku sudah minum Vodka yang dibeli kakakaku!’’ , Jupri agak kecewa
‘’Aku mengerti perasaanmu Jup! sekarang juga aku akan pergi dengan Gembel ini!’’, Azam menunjuk Anton.
‘’Siapa dia?’’
‘’Dia Anton, dia baru saja turun dari Gumarang, terus langsung bergabung dengan kami!’’
‘’Anton!’’, Antin mengulurkan tangan kanannya ke arah Jupri.
‘’Namaku kamu sudah tahu, kamu jangan macam-macam di sini!’’, peringatan Jupri.
‘’Baik lah Jup, Kami berangkat sekarang!’’, Azam pamit
‘’Setengah jam lagi kalian harus sampai di rumahku!’’, gertak Jupri.
‘’Mudah-mudahan!’’, Azam berlalu.
Astrea star itu melaju menelusuru jalan raya Pariaman, angin malam memang sangat menusuk tulang malam itu, beruntunglah mereka berdua selalu mengenakan jeket murahan. Laju motor itu semakin dipercepat saat Azam melihat simpang 4 Pauh Kambar, diperemapatan jalan mereka belok kiri mengarah ke dalam pasar, laju motor terpaksa diperlambat kembali saat bertemu segerombolan pemabuk yang sedang bergoyang-goyang di kesunyian pasar ikan, mereka sepertinya sangat menikmati malam minggu yang merah itu.
Tiiit!..Tiiit!.., klason motor butut menyapa preman tersebut, mereka angkat tangan tanda penghormatan, tidak lama setelah melewati pasar Pauh Kambar motor melewati perwasangan sawah, dinginnya lebih mencekam, sebab hembusan angin di persawangan sawah tiada pengahalang. Tetapi tiba-tiba perasaan Azam tidak enak, filing Azam seketika beraksi saat melihat 2 pemuda tanggung berjeket di simpang Bukit tadi.
‘’Mbel, kamu rasakan sesuatu apa tidak?’’
‘’Tidak! Kamu baru telan 2 pil saja sudah mabuk, ah payah kamu Mbel, biar aku yang bawa motornya!’’
‘’Tidak usah dan aku tidak mabuk, kamu jangan terlalu melecehkan aku Mbel!’’, pinta Azam
‘’Maaf, saya tidak bermaksud melecehkan kamu Mbel, saya memang kebiasan seperti itu!’’, nyali Anton agak menciut
‘’Pokoknya, saat memasuki rumah Bang Puji nanti, kamu diam saja, kamu jangan banyak komentar, sebab kamu belum tahu daerah di sini, mereka bisa ada di mana-mana, kapan saja, dan siapa saja!’’
‘’Maksudmu apa sih?’’
‘’Pokokny mulai sekarang tutup mulutmu yang busuk itu, jika kamu ingin selamat!’’
‘’Okelah kalau begitu!’’
‘’Nah sekarang kita sudah sampai di Tanjung Medan, kamu plaster mulutmu, oke!’’, perintah Azam.
Motor Azam terus menelusuri pertigaan sebelah kanan pasar Medan Baik, kira-kira 2 kilo perjalanan mereka sampai di rumah Puji Tanjung Medan. Jalan yang mereka lalui sudah dibasahi embun-embun pagi hari, dililiriknya arloji yang mencakar ditangan kiri, sudah menunjukan pukul setengah 3 pagi. Namun, ketabahan mereka mengahadapi dinginnya malam Bukit Gadang dan Pauh Kamabr akhirnya sampai juga di Tanjung Medan. 10 meter jarak ke rumah Puji, mereka dikejutkan oleh suara agak kasar tapi berwibawa dari atas motor yang datang tiba-tiba dari depan.
‘’Bang numpang tanya bang!’’
‘’Iya.., ada apa Bang?’’, jawan Anton.
‘’Bang Puji kemana ya?’’
‘’Oh, dia lagi di rumah , kamu juga mau ke sana?’’
Azam terpaku dengan sikap Anton, Azam sudah memperingatkan Anton berkali-kali, tapi Azam tidak bisa berbuat banyak di hadapan 2 orang pria berjeket hitam itu. Mulutnya seperti terpaku, rasa kecut mulai mengusai dirinya, tapi dia tetap kelihatan seperti laki-laki.
‘’Terimakasih ya Bang!’’, dua pria itu berlalu dari mereka, tetapi bukan berbalik kerumah Puji, mereka mengarah meninggalkan Azam dan Anton. Azam masih terpaku dalam emosi, tiba-tiba sebuah pukulan dilayangkan ke muka Anton, seketika Anton berteriak menahan sakit, mungkin pelipisnya pecah.
‘’Bangsat kamu Mbel! sudah berkali-kali kutegaskan, kunci mulutmu itu!’’, hardik Azam kasar.
Namun anton hanya heran dan seolah-olah tidak terjadi apa-apa dan tidak akan terjadi apa-apa, tetapi Azam lebih hafal situasi, dia lebih pahan apa yang akan terjadi, kebinasan yang akan menimpa mereka kian dekat. Dengan bandan separo gigil, Azam tacap gas menuju rumah Puji, seperti biasa Azam menyodorkan uang Rp. 120.000 kepada Puji, dan Puji un menyodorkan satu buah bungkusan kecil, tanpa basa-basi Azam kembali kemotor dan berniat untuk berlalu sesegera mungkin, namun Anton menahan dengan deheman, Anton ingin berkenalan dengan Puji. Namun bagi Azam Anton hanyalah mahluk tidak berguna.
‘’Terimakasih Bang!’’, nada suara Azam bergeletar. Sesaat kemudian mereka langsung tancap gas. Azam sama sekali tidak memikirkan perasaan yang menimpa Puji yang sudah lama menunggunya hingga Puji pun rela melewati kesaksian bintang jatuh, dan melepas kepergian bulan sabit yang membelakanginya.
‘’Tadi siapa Mbel?’’, tanya Anton memecahkan suasana hening.
‘’Bapakmu yang bangkit dari kubur!’’
Azam terus melaju motornya, dari kaca sopion kanan Azam bisa menyaksikan sebuah motor supra X mengikutinya, awalnya pelan tapi setelah azam memeprcepat lajunya motor, si penguntit juga mempercepat laju kendaraannya, sementara Anton belum juga sadar apa yang akan terjadi.
            ‘’Baiklah Mbel! saya akan tanya kamu baik-baik!’’, Anton memiringkan mukanya ke belakang.
‘’Mbel sepertinya ada yang mengikuti kita!’’, potong Anton.
‘’Nah sekarang kamu menyadari, apa sebenarnya yang terjadi, pegangan yang kuat dan tutup mulutmu, sebelum kamu bertanya kembali, biar saya jelaskan, sekarang kamu yang Goblok, idiot dan sialan. Mereka itu malaikat maut yang kapan saja siap memborgol tangan kamu, jika kamu mau berteman dengan mereka, kamu turun saja di sini!’’, terang Azam
‘’Lebih cepat lagi Zam’’, Anton mulai dikuasai gigil ngeri.
Kondisisi kejar-kejaran tersebut berlangsung hingga ke Pauh Kambar, tiada jalan lain, Azam menyelip ke jalan setapak dan mematikan lampu motor seketika. Di tengah kebutaan malam itu, motor Azam menubruk kerbau yang sedang tidur, mereka berdua terjun bebas ke dalam rawa yang menganga di samping re kereta api menyusul motor yang mereka pakai. Namun, alam keberuntungan masih memihak kepada Azam dan Antun, kedua pria berjeket hitam itu kehilangan jejak setelah memasuki jalan setapak yang di halangi kerbau yang sedang terkejut marah. Kerbau itu mengira bahwa yang menggangu lelap tidurnya adalah orang yang baru datang tersebut, kerbau mendengus-dengus ke arah pemuda yeng berjeket hitam. Sesaat kemudian mereka berbalik arah.
Sementara Azam dan Anton semakin ditarik oleh lumpur deriata di dalam rawa, mereka harus segera keluar kalau tidak ingin dihisap habis oleh lumpur rawa itu. Dengan segenap tenaga yang masih sisa mereka berusaha menarik motor dan melaju untuk pulang. Terasa sia-sia sudah jerih payah mereka menemui Puji, bingkisan hasil penukaran uang dengan Puji sudah lenyap entah kemana, badan yang terasa seperti manusia lumpur, ciptakan makna tersendiri bagi mereka berdua. Ya!.., malam itu, Dewi Fortuna masih sayang kepada mereka berdua, sekurang-kurangnya kepada Azam, dia sempat sekelabat sempat menyaksikan bintang jatuh tadi, setengah percaya Azam coba-coba memohon sebuah permintaan. Saat ribuan tanda tanya yang tumbuh di hatinya, Azam yang lelah langsung menuju rumah orang tuanya di Bukit Ujung. Sementara Anton sendiri ditinggalkan di Simpang Bukit dengan kesal.
Azam sadar bulan sabit yang jatuh di pelataran tadi, kini telah berubah menjadi bulan sabit jatuh ke dalam lumpur..., kemalangan atau kemenangan yang cukup membingungkan.
**

‘’Azam! Azam! Sudah jam 11 siang, kamu mau tidur sampai kapan? Kamu tolonglah Ayahmu buat persemaian di sawah, jangan tidur saja kerjaan kamu itu! Anak tidak tahu di untung!’’, sauara itu sangat dia kenal, Ya! Itu suara Emak yang sedari tadi membangunkan Azam. Azam memaksakan mengangkat badannya dari tempat tidur bilik belakang, padahal persendianya masih terasa sakit, bilik belakang inilah yang dijadikan Azam sebagai tempat peristirahatan terkhir. Bilik ini memang jarang dipakai, biasanya Emak menggunakanya sebagai tempat menyimpan kerupuk jengkol hasil buatannya sebelum digoreng. Siang itu tubuh Azam benar-benar berbau jengkol bercampu lumpur. Azam mencuci mukanya yang kusut masai, di dalam separoh sadar itu Azam mendengar berita yang dibacakan Mutia Hafid presenter SCTV.
‘’Seorang pengedar tertangkap basah....saat..!’’, berita itu terputus-putus. Azam segera menuju ruang tengah, diruangan tengah Azam mendapai presenter itu sedang menyemapikan kronologis berita.
‘’Seorang mngedar ganja di Tanjung Medan di Dor Tim Serse Pauh Kambar! kejadian itu berlangusng jam 3 pagi di Rumah tersangka......! Pria yang yang dikenal dengan Panggilan Puji itu meninggalkan seorang Istri dan bayi yang masih berumur 3 bulan...............!, Anna Rosa Repoter SCTV, melaporkan dari Padang!’’
Ya.., Azam baru sadar Abang Puji baru saja diganyang berita BUSER Minggu pagi ini. Lalu apa yang mampu dia lakukan selain Azam merenung, mengawang, dan berkelana di alam imajinasi, penyesalan yang bertubi-tubi, mungkinkah tuhan masih mau menunjukan jalan terbaik untuknya, dialah yang sama sekali sedang didera kebutaan...., akhlak, kepribadin dan harga diri.

PERJANJIAN

M.YUNIS

 Sudah tiga kali Fatma melahirkan bayi, namun harapan itu tak jua kunjung datang, kali ini Fatma hamil lagi, usia kandungan itu masih tujuh bulan, tidak beberapa bulan ini janin yang ada di kandungnya itu akan lahir atau mungkin akan bernasib sama dengan bayi-bayi yang sebelumnya. Namun, apa yang harus dia lakukan, selama mengandung Fatma telah berusaha mendekatkan diri pada tuhan, sepulang dari sawah sore hari dia disibukan di dapur, malamnya menyempatkan baca Al kitab, walau suaranya kurang cocok mendendangkan isi kitab itu. Tahajud yang ditunaikan setiap sepertiga malam pun tidak pernah ketinggalan. Hanya satu harapannya ketika itu, mudah-mudahan bayi yang masih dalam kandungan itu jadi orang berguna.

Saat pagi dan sore menjelang Fatma selalu berdoa agar bayinya itu di izinkan pencipta menghirup alam fana sebelum kembali pada-Nya di tiang arasy. Dia sedih di kala menginat bayinya yang pertama pergi sejak dari dalam kandungan, bayi itu tidak mampu membuat kesepakatan dengan sang pencipta. Alhasil, hanya orok yang mampu dilihatnya setelah tersadar dari lelah melawan maut. Sedangkan  bayi kedua Si Sulaiman pergi dalam usia 3 bulan, padahal harapan telah bertumpu pada Sulaiman, hatinya miris dan perih. Fatma tidak pernah meninggalkan Sulaiman sendiri, sewaktu dia pergi ke warung membeli perlengkapan memasak, Sulaiman mungil dijaga oleh suaminya yang ternyata sangat menyayangi buah cinta itu. Terkadang selalu digendong sayang ayah yang dipangil Fatma Uda Rasul, sesekali dicandai dengan mengulur-ngulurkan lidahnya, bayi itu tertawa. Selanjutnya Rasul mengajak Sulaiman kecil berdebat tak obahnya berhadapan dengan politikus. Dia masih tertawa kecil hingga kelelahan dan tertidur di pangkuan Rasul. 
            Sepeninggal Fatma, Sulaiman tidak pernah bertingkah aneh, dia hanya berusaha bersahabat dengan ayahnya. Namun sesampai di rumah didapati Sulaiman kejang-kejang, bola matanya turun naik diringi pekikan hiteris tak obahnya orang yang sedang menjalani siksa kubur. Spontan Fatma histeris tanpa sadar diapun telah menghardik-hardik suaminya.
            ‘’Apa yang Uda lakukan dengan anaku?’’
            ‘’Saya tidak melakukan apa, tadi dia tertidur, kebetulan setelah si Sholeh lewat dia terpikik hingga seperti ini!’’.
            ‘’Apa?’’, Fatma seakan tidak percaya atas kejadian itu. Sholeh dikenal di Bukit Gadang sebagai seorang yang pendian, dia tinggal di Munggu[1] sawah arah barat, kesehariannya juga tidak terlalu menyolok, kalupun ada kegiatan gotong royong dia hanya hadir sebentar dan setelah itu dia menghilang entah kemana. Tapi, sejak kehadirannya di kampung itu banyak penduduk yang resah, apa lagi setelah melahirkan bayi, pakaian-pakaian bayi yang tergantung di luar selalu dipasang dengan dasun[2]. Tubuh bayi sendiri pun tidak luput dari benda aneh tersebut. Memang saat Fatma pergi ke warung dia telah melupakan kewajiban yang satu ini, tapi itu bukan salah Fatma, hari sabtu kemaren dasun habis di pasar Mangga Dua. Sebenarnya Fatma kurang yakin dengan kekuatan magis dasun tersebut, agaknya cara berfikir Fatma lebih terarah dan setengah moderen. Berkali-kali Gandoriah mengingatkan agar Fatma lebih memeperhatikan keadaan bayinya. Tapi nasehat Gandoriah kurang ditanggapi oleh oelah Fatma hingga kejadian itu benar-benar menimpa rumah tangganya.
            Dalam suasana panik itu, Fatma berhamburan ke rumah orang pintar yang tidak jauh dari rumah, sementara Rasul mempersiapkan peralatan yang harus di bawa, seperti kelapa muda, daun obat-obatan si dingin, sitawa, ci kumpai, cikarau, pudiang hitam, sapitan tunggua. Kata orang kampung oabat itu digolongkan ke dalam pa-ureh[3] atau obat pengusir setan dan pengusir energi negatif yang sedang menghinggapi tubuh seseorang. Sesampai di rumah orang pintar yang dijuluki dengan Bapak Punai, Fatma dan Rasul menceritakan kronologis kejadian, namun sayang sekali Punai tidak bisa mengahalangi kedatangan malaikat pencabut nyawa, Si mungil pergi dengan belalakan mata.
‘’Otak anak ini sudah kosong, kalaupun selamat bayi ini akan lumpuh seumur hidup!’’. Hanya itu kata terakhir yang mereka dapatkan dari Pak Punai. Sisa-sisa langkah membopong mereka kembali pulang ke rumah, semetara orok bayi yang baru saja kehilangan nafas terakhir sudah tidak lagi melotot. Rasul mengamuk, dia melemparkan paureh ke atas, sepertinya dia mau mencegah sang pencipta mengambil bayinya. Tapi itu sia-sia belaka, ternyata pencipta lebih menyayangi bayi tersebut dari pada dia sendiri.
            Setelah kejadian itu, Rasul berusaha membalas apa yang telah dilakukan kepada keluarganya.
‘’Akan kubunuh palasik[4] itu!’’
‘’Percuma Uda melakukannya, kalaupun dia mati Sulaiman tidak akan bisa kembali pada kita!’’.
Rasul tidak mau mencurahkan amarahnya kepada Fatma, dia lebih memilih pergi keluar rumah hingga berhari-hari tidak pulang, padahal di rumahnya masih berlangsung prosesi upacara kematian. Agaknya dia tidak bisa menerima kehilangan anak tercintanya.
Sudah dua tahun berlalu, sikap Rasul masih saja seperti itu, aneh dan penuh tanda tanya. Meskipun Fatma divonis sedang hamil kembali oleh Dukun Baranak setempat, Rasul sendiri tidak yakin dengan kehamilan Fatma, kejadian itu sudah ketiga kali dalam rumah tangganya. Rasul selalu bertindak aneh menjelang kelahiran anak ketiga dari rahim istrinya. Setelah bayi itu bernafas di antara pelukan mereka, ramalan Rasul sedikit meleset dari dugaannya. Awalnya dia yakin anak itu akan bernasib sama dengan yang sebelumnya, tetapi setelah dia melihat anak itu beranjak dewasa, bahkan sudah menuntut ilmu di Sekolah Dasar di kampung, Rasul mulai sedikit meramal tentang kebenaran. Anak itu mereka panggil dengan sebutan Syahrir. Pilihan nama itu diharapkan tidak meleset sebab dibalik nama itu tertitip sebuah harapan kelak anak itu menjadi orang besar dan mampu membantu orang se kampung.
Belum cukup lama Syahrir duduk di bangku Sekolah Dasar, guru-guru banyak yang menyukai kepribadian Syahrir, tidak heran pula banyak orang yang ingin mengendong anak ini meskipun sudah duduk di bangku sekolah dasar. ‘’Habis wajahnya itu masih seperti bayi!’’ begitulah tanggapan orang se kampung. Begitupula dengan guru sekolah, kata mereka Syahrir anak yang penurut dan patuh, tapi sikap seperti itu sudah kesehrian Rasul dan Fatma. Keluarga Rasul memang beruntung dianugrahi anak yang penurut, apapun pinta orang tuanya Syahrir tidak pernah membantah. Suatu ketika Fatma menyuruh Syahrir pergi membeli garam ke warung seberang jalan, Fatma tidak tahu bahwa anak laki-lakinya itu baru saja memasukan suapakan pertamanya ke dalam mulut, tanpa komentar Syahrir meninggalkan piring nasi dan pergi melaksanakan tugasnya sebagai anak Itulah Syahrir, tidak heran lingkungannya sendiri cepat menerima keberadaan Syahrir.
Berbeda dengan Fatma, sebagai orang tua dia cukup bersyukur dengan kehadiran anak pertama tetapi ada harapan lain di balik sosok kepribadian anaknya itu. Fatma juga menginginkan Syarir sedikit bisa memprotes, ternyata sikap itu tidak dimiliki oleh Syahrir. Fatma yakin keinginan itu akan terpenuhi jika dia bisa hamil lagi, dia terus berdoa kepada yang Maha Agung.
Di suatu senja yang kusam, Fatma masih betah melamun sesekali diterpa suara gemerisik gelombang laut Ulakan. Sesat dia dihadang seorang pengembara dari Barat. Sementara itu penghuninya kurang yakin, entah kenapa sang pengelana itu bisa selamat melewati rimba larangannya itu. Semua makhluk tahu bahwa rimba itu tidak bisa dilalui oleh siapapun yang tersebut bernyawa, aneh dan lebih banyak lagi keanehan yang tercatat dalam sepanjang sejarah hidup manusia. Jutaan abad lalu pernah datang manusia aneh dari Barat melewati rimba keramat itu, tetapi yang sampai ke seberang hanyalah berita, mungkin dia telah mati terbunuh oleh penghuni-penghuni malam di rimba atau mungkin juga bersahabat dengan malam di sana dan diperbolehkan tinggal untuk beberapa waktu lama, tapi itu hanya perkiraan saja. Ini sudah ke 4 kalinya manusia aneh yang melewatinya dan bahkan sampai ke seberang dalam wujud roh bukan berita seperti kejadian tempo silam.
Atau mungkin munculnya berita yang berwujud jasad itu keturunan dari manusia aneh yang datang dari jutaan abad yang lalu, hanya saja waktu ini kesempatan baginya melihat tepian pulau, dia berkata ‘’Akulah wakil tuhan di tanah ini, aku dianugrahi pengetahuan yang luas akan kuajarkan kepada umat-umatku nanti!’’ tetapi dia sendiri bingung, siapa yang akan menerima ajaran dan anjurannya yang bernada angkuh itu, apakah manusia-manusia hyperealis akan mendengarkannya? Apa yang dia pikirkan sesungguhnya, bukankah dunia baru yang akan dihadang layaknya sama seperti dalam pikirannya bulat dan penuh dengan rimba larangan, aneh dan hanya satu tuhan seperti dirinya saja.
Namun, sudah hampir satu tahun dia hanya mampu berputar-putar di tepian, sebab belum juga jatuh titah dari sang raja penguasa siang dan malam, menguasa waktu dengan ruang, pembuat takdir hingga masa depan, itulah yang dia tunggu-tunggu, perintah untuk menyebrangi samudra mimpi-mimpi yang akan dia taklukan. Ia yakin dengan bekal yang dibawa akan meluluh lantakan bayangan-bayangan masa depan. Pas sembilan masa kejayaan dia lalui, dengan kesabaran menunggu dan terus menunggu, tanpa dapat melakukan permintaan dan harapan-harapan, dia yakin tidak ada lagi yang akan dipinta, semua sudah ada keculi satu yaitu izin penyebrangan, yakin hanya itu saja. Sesaat ubun-ubunnya megerinyit, ledakan Maha dasyat mengguncang suasana rimba larangan menciptakan hempasan-hempasan yang menggentarkan nyalinya, berlutut itulah yang hanya bisa dia lakukan, ‘’Ampun hamba yang Maha Agung, hamba hanya insan yang Engkau utus, kalau Engaku buang hamba jauh, jika Engkau gantung hamba akan tinggi, jika Engkau memutus hamba mati!’’, rangkaian tabir-tabir itu membuka sekaligus tanda menyerah kalah yang muncrat dalam suasana gigilnya.
Seperti biasanya, raja malam itu hanya megirim suara-suara maut, ‘’Engkau! engkau yang akan menempuh dunia jasad! engkau yang akan melaksanakan titah! engkau juga yang akan menjadi paling takut hanya kepada-Ku! Mampukah engkau berjanji demi nama-Ku? Engkau yang akan menjadi jasad, apakah engkau siap menanggalkan seluruh identitasmu? Biarkanlah dia lepas sementara, biarkanlah dia menemui tempatnya sendiri karena Aku juga yang suka berbuat. Saat engkau pulang bawalah dia serta bersama luluhnya jasadmu, sementara jasadmu sangatlah Kularang menghadap kepada-Ku, sebab dia belumlah pantas menemui Aku, kutempatkan dia pada suatu tempat hanya Aku yang tahu. Engkau yang akan berjasad, kelak kedatanganmu bermacam bentuk rupa kepada-Ku, itu semua sangat tergantung kemampuan engkau untuk membawa seluruh identitasmu yang telah aku kirimkan pada tempatnya yang agung, berjanjikah engkau wahai yang akan berjasad?’’, Si mahluk yang belum berwujud menyambut, ‘’Hamba berjanji yang mulia!’’.
Ya! dia tidak lagi mampu menahan hasrat untuk segera menyebrang, pada tapal batas yang tidak bernama, dia menembus dan berpindah dari alam ilmu pengetahuan ke alam fenomena. Namun, apa yang terjadi tidaklah seperti yang dijanjikan oleh keyakinanya, teriakan tangisnya mengutuk, sementara orang-orang di sekeliling hanya mampu tertawa terbahak histeris, senang dan gembira akan kedatangannya, ya! wujudnya hanyalah seorang bayi, tanpa identitas, tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan dia sendiri tidak ingat apa yang sudah berlalu, selain menangis dan hanya menangis demi kepuasan orang-orang di sekeliling itu termaktubkan. Itulah yang dijanjikan untuk seluruh umat manusia. Ya! waktu tidak akan lama singgah untuk meninabobokan kemanjaan-kemanjaan yang sangat dibenci, terkutuk kejadianya di alam roh. 
‘’Azam! Dia akan saya beri nama Azam, bagai mana menurutmu Fatma?’’, Rasul sumringah sambil memandang wajah Fatma yang landai.
‘’Terserah Uda, aku pernah melahirkan 3 orang anak sebelumnya tapi tidak seletih ini, aku ingin istirahat!’’.
Tapi kini Azam telah berumur 4 tahun, dia sering bertindak tanpa kendali sang ibu, Azam suka jalan keluar di saat pintu rumah di malam hari tidak terkunci. Tingkah laku Azam memang lebih agresif dari Syahrir. Syahrir penurut, sedangkan Azam suka komplen dan selalu betanya terhadap apa yang tidak diketahuinya. Di saat Azam bermain sepak tekong dengan anak tetangga, Ibunya sering membujuk agar berhenti main, Fatma takut Azam anaknya agak temprament.
‘’Azam sayang, mari Emak mandiin ya agar badan sehat dan jadi pintar!’’ Fatma membujuk Si kecil yang 4 tahun lalu yang hanya mampu menjerit sementara orang di sekelilingnya terbahak-bahak, sekarang Si kecil sudah maemasuki tahun ke 5 tapi sangat suka bercengkrama dengan kebodohan-kebodohan, sesekali dia menggigit puntungan rokok yang dipungut di depan rumah. Kesalahan Si Bapak ini selalu tercecerkan di sepanjang halaman rumah, entah berapa ribu puntung rokok yang menjerit ingin di tempatkan di tempat selayaknya.
‘’Fatma, puntung rokok itu tidak bisa bicara kalau di dipugut sama anakmu itu, sekarang anak mu saja yang kau pungut dari halaman!’’ ceoteh si lelaki paroh baya itu kepada istrinya. Mungkin si istri kesal saat mendapati sikecil tersendat saat memakan puntuh rokok Si Rasul.
‘’Tiap hari, tiap jam uang dibakar, coba Uda kumpulkan mungkin sudah bisa membeli mobil!’’.
‘’Fatma, kalau saya kumpulkan uang itu lalu saya membeli mobil nanti mobilnya akan terbakar, sekarang kamu didik saja anakmu itu menjadi orang, percuma diberi nama Ibrahim Azam kalau harus menjadi Bram, memangnya anakmu itu mau dijadikan ketua geng preman’’, cetus Rasul sambil berlalu. rupanya Si suami sudah dikirimi sinyal di meja warung sebrang, dia sudah ditunggu oleh beberapa orang yang akan siap mengadilinya dengan kertas remi dan koa. Di kalangan sejawat Rasul memang dijuluki oleh komplotannya dengan sebutan Dewa judi. Tetapi dia punya sebuah kelihaian, selama digebrek oleh petugas akhir bulan lalu dia selalu lolos, entah kenapa sesampai di semak-semak jasadnya menghilang begitu saja.
Azam kecil yang suka protes memang belum cukup umur melarang Ayahnya bermain judi, katanya hanya sekedar hobi tapi menghabiskan uang hingga ratusan rupiah. Hari jumat Rabiul Akhir Azam melihat Ayah tergopoh-gopoh pulang ke rumah, Azam menatap mata si Rasul dengan sayatan-sayatan tajam, seakan dia berkata ‘’Engkau si Ayah mahluk yang hina!’’, tapi Si Rasul yakin dia hanya seorang anak kecil kemaren sore yang kesasar memalui rahim istrinya, namun hatinya berbisik, ‘’Si Azam matanya sampaikan suatu makna kepadaku, apa gerangan amanat yang dibawanya, akankah pesan itu hanya untukku atau..., ah aku capek!’’ detak hatinya ditutup dengan rebahan di lantai rumah yang sudah separoh tanah.


[1] Gundukan tanah yang terdapat ditengah-tengah persawahan.
[2] Se ulas bawang putih
[3] Tumbuh-tumbuhan yang hidup di daerah lembab
[4] Orang yang menganut Ilmu hitam, biasanya bayi berusia 5 tahun ke bawah adalah korbannya.

Senin, 01 Maret 2010

SASTRA LISAN BUTUH PENCERAHAN


Oleh: M. yunis
Tidak dapat dipungkiri, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seolah-olah menyudutkan kreativitas masyarakat. Pengaruh-pengaruh dari luar secara tidak langsung telah merobah pola pikir masyarakat Minangkabau. Dalam hal ini, kesalahan tidak bisa ditujukan kepada salah satu kelompok orang saja. Menurut Newton (hukum sebab-akibat) adanya aksi akan memunculkan suatu reaksi. Oleh Karena itu, penyebab hilangnya kerativitas masyarakat tersebut tidak akan terlepas dari beberapa faktor yang signifkan tentunya.
Dengan  dibukanya sistim perdagangan internasional, akan membawa dampak yang lebih besar lagi terhadapat perkembangan masyarakat Minangkabau. Kebebasan keluar masuk terhadap suatu negara, akan memungkinkan cepatnya psroses mobilisasi pola pikir masyarakat. Rasa kekeluargaan yang selama ini diagung-agungkan lambat laun akan terlupakan begitu saja. Filsafat hidup oleh, dari dan untuk kita akan tinggal nama belaka, faham individualisme akan hidup subur di tengah masyarakat Minangkabau. Setiap  individu tentunya akan berpandangan, kemajuan adalah segala-galanya, tidak menghiraukan lagi hubugan interen di antara mereka, sebab sikap antusias untuk  meraih popularitas mendominasi alam pikiran .
Falsafah ‘’adat basandi sarak, sarak basandi kitabullah’’ tidak seakan  tak relevan lagi dengan kehidupan sekarang, itu ialah bayangan masa lalu  yang sangat ditakuti. Pengaruh budaya luar sebenarnya secara tidak langsung telah menjajah kebudayaan kita. Kemajuan berkiblatkan barat, dan adanya pandangan masyarakat bahwa budaya luar paling sahih, sementara kita tidak mampu mengekspor corak dan kepribadian yang kita miliki, sehingga berkembangnya faham westernisasi dalam tubuh masyarakat kita.
Dengan sangat berat hati, kita harus mengakui bahwa kita telah dilanda bencana global, yang kian hari korbannya semakin berjatuhan. Masyarakat tidak lagi mengindahkan pranata-pranata sebagai alat kontrol sosial, hal ini sudah dianggap kuno dan ketinggalan zaman.
Contohnya sastra lisan Ulu Ambek yang sekarang masih berkembang di Pariaman. Pada awalnya Ulu Ambek menduduki posisi terdepan dalam dinamika kehidupan masyarakat Pariaman sebagai alat komtrol sosial. Dalam sastra lisan ini, terdapat unsur-unsur yang saling terkait antara satu dengan lainnya, aspek budaya tradisi yang merupakan cerminan hidup masyarakat Minangkabau pada masa lalu. Kesimpulannya, apa yang dapat dilihat itulah realiatas yang dapat dijadikan acuan dasar dalam bertindak serta bertingkah laku dalam bersosialisasi dengan masyarakat. Tapi sekarang kejayaan tersebut kian hari kian surut di tengah-tengah masyarakat Pariaman. Bukan tidak mungkin sastra lisan yang satu ini hilang begitu saja.
Untuk mempertahankan, serta untuk mermbangkitkan kembali pola berfikitr masyarakat seperti dulu, membutuhkan usaha yang sangat serius tentunya. Dengan mengadakan penelitian dan pendokumentasian terhadapnya, hendaknya dapat membantu  mempertahankan sastra lisan ini agar tidak hilang dalam peredaran zaman. Terutama kita dapat mengetahi bagaimana masyarakat berdaptasi dan belajar dari kesenian tradisi yang dihasilkannya, sehingga dalam pewarisan nilai-nilai tersebut tidak terjadi pemutusan generasi (stagnasi). Walaupun hal ini terlihat sulit, secara moral kita wajib memperetahankan kekayaan yang kita miliki ini. Namun, untuk melakukannya, tidaklah segampang yang kita bayangkan. Kita sebagai peneliti harus menempuh proses-proses yang sangat panjang, dan membutuhkan biaya yang cukup besar, mungkin  inilah  yang di namakan perjuangan.
Untuk lebih terarahnya sebuah penelitian, penulis akan berusaha memberikan seidikit gambaran dalam melakukan sebuah penelitian. Melalui objek pennelitian ini, seorang peneliti harus mampu mengkaji makna, bagaimana sastra lisan tersebut dapat  membentuk kepribadian dan jati diri masyarakat Minangkabau. Kita tentunya dapat melihat dari beberapa aspek tertentu : apa fungsi penampilan sastra lisan sebenarnya?, apa makna sastra lisan tersebut bagi masyarakat?, dan bagaimana sastra lisan dapat membentuk kepribadian masyarakat?.
Berkaitan dengan itu, kajian ini harus mebahas tentang usaha dalam mengatasi berbagai masalah yang ditimbulkan pada bagian awal tadi. Dalam menanggulangi masalah tersebut diperlukan cara-cara yang kongkrit, sehingga sastra lisan tersebut benar-benar dapat menggambarkan dan memperlihatkan unsur-unsur yang dapat membentuk kepribadian, mantap dalam bersosialisasi. Sehingga masyarakat Minangkabau tidak lagi mengimpor corak-ragam budaya dari luar.
Dalam melakukan sebuah penelitian tentu mempunyai tujuan, baik bagi ilmu penegetahuan, bagi masyarakat dan sekurang-kurangnya bagi peneliti itu sendiri. Secara umum penelitian ini hendaknya bertujuan menggali makna sastra lisan bagi masyarakat dan mendeskripsikannya secara mendetil, sehingga dapat direlevansikan kembali dalam kehidupan masyarakat, kerena budaya adalah salah satu kebanggaan kita yang patut depertahankan. Secara khusus, sebuah penelitian hendaknya dapat mendeskripsikan secara mendetil tentang makna sastra lisan pada saat penampilan, kedua sebagai motor penggerak dalam membangkitkan kembali semangat generasi muda untuk mewarisi peninggalan nenek moyang kita, ketiga membuat sastra lisan lebih dikenal  oleh dunia luar.
            Di samping tujuan, sebuah penelitian tentu pula juga manfaatnya. Salah satunya penelitian hendaknya bermanfaat dalam melestarikan kebudayaaan daerah, yang merupakan salah satu kebudayaan Nasional bangsa Indonesia. Penelitian ini harus mampu membuka jalan bagi generasi muda dan menunjukan pada mereka betapa berharganya budaya kita, sehingga warisan ini ini dapat dilestarikan sepanjang masa. Dan juga, penelitian tersebut mampu menunjukan kepedulian kita terhadap budaya tradisi, yang merupakan milik kolektif masyarakat Minangkabau. Karena berharhargaannya budaya kita dipandang dan disegani oleh masyarakat luar, tergantung pada kita sebagai pemilik budaya itu sendiri. Apakah kita menghargai budaya kita tersebut?, apabila kita sendiri tidak menghargainya, maka sangat mustahil masyarakat luar akan menghargai. Untuk itu sangat perlu membangkitkan kembali kesadaran kita untuk menghargai dan mempertinggi rasa kepemilikan kita terhadap kesenian budaya tersebut. Maka melalui penelitian inilah dapat kita mulai melangkah dalam menuju masa depan yang cemerlang. 
Penelitian ini, juga harus bermanfaat bagi peneliti itu sendiri, sekurang-kurangnya menambah wawasan dan pengetahuan peneliti  dalam bersosialisasi dengan masyarakat. Dengan pengalaman meneliti dalam observasi,  peneliti  hendaknya mampu meyesuaikan diri dengan masyarakat setempat. Dengan terjun kelapangan, peneliti akan melihat secara langsung  realitas sosial yang sedang gencar-gencarnya di bicarakan, sehingga  akan membentuk mentalitas peneliti sendiri.
            Sebelum penelitian dilakukan alangkah lebih baiknya peneliti melakuan tinjauan kepustaka. Karena, kajian pustaka dapat dijadikan sebagai pedoman dalam penelitian yang akan dilalakukan. Dan juga kajian pustaka membicarakan tentang penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, yang tentunya memiliki relevansi dan dapat dianalogikan dengan penelitian ini yang terkait dengan metode, kerangka teori dan hasil penelitian.
Pernelitian sastra lisan Minangkabau pernah di lakukan oleh berbagai peneliti sebelumnya. Seperti yang dilakukan Dosen-dosen Fakultas Sastra Unand, pertama Adilla (1989) meneliti sastra lisan pantun dengan judul ‘’pantun dalam pertunjukan bagurau’’. Penelitian ini pendeskripsian bagurau yang merupakan salah satu pertunjukan kesenian tradisi Minangkabau. Hadirnya pantun dalam pertunjukan bagurau merupakan hal yang sangat dominan. Sampiran dapat dibentuk dengan memperhatikan keadaan alam dan lingkungan sekitar (Adilla 1989: 35 dan 38).
            Kedua, Adri Yetti Amir (1990) merangkum sejarah penelitian sastra lisan Minangkabau. Tulisan ini mengumpulkan perkembangan penelitian dari sastra lisan Minangkabau. Masalah dilengkapi dengan kehadiran sastra lisan di tengah-tengah masyarakat Minangkabau, bentuk pertunjukan sastra lisan, serta cara pengumpulan sastra lisan di tengah masyarakat.
            Ketiga, analisis sastra lisan Minangkabau dilakukan oleh Bakar dkk (1981) dengan objek pantun, mantra dan pepatah. Dalam penelitian ini bakar lebih cenderung mengiventaris pantun, mantra dan pepatah. Bakar menyatakan pantun terdiri dari empat baris, enam baris, delapan baris dan lima baris. Sampiran dan isi mempunyai rima ab/ab, abc/abc, abcd/abcd, dan adakalanya aa/aa.
            Kempat, Evakrisna (1991), mengenai sastra lisan saluang sebagai kesenian rakyat Minangkabau. Eva hanya membahas keberadaan saluang di tengah-tengah masyarakat Minangkabau.
            Dengan adanya penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, sekurang-kurangnya dapat memberikan inspirasi dan sekaligus pembuka jalan bagi peneliti untuk meneliti sastra lisan di Minangkabau. Memang penelitian di atas tidak begitu relevan dengan penelitian yang akan dilakukan dan juga tidak berkaitan secara metodologis serta teoritis terhadap penelitian yang akan dilakukan. Tapi hal tersebut sangat beperan penting bagi kelancaran dan dapat dijadikan acuan dasar bagi seorang peneliti..
            Agar sastra lisan tersebut tetap bertahan di tengah-tengah masyarakat, maka ini adalah salah satu cara yang harus ditempuh dalam membangunkan kembali budaya tradisi yang sudah lama tertidur.  
Mahasiswa Pasca Linguistik Unand

PASAMBAHAN TRADISI LISAN YANG TERLUPAKAN

Oleh: M.Yunis

Salah satu cara berkomunikasi bagi masyarakat Minangkabau ialah beretutur secara lisan. Komunikasi akan tetap berjalan, ketika penutur dan lawan tutur berehadapan secara langsung. Kelihaian masyarakat Minang dalam bertutur sacara lisan ini sudah diakui oleh masyarakat budaya luar. Hal ini, sangat dipengaruhi oleh keindahan-keindahan tuturan yang dihasilkan, serta perumpamaan-perumpaman yang digunakan, menciptakan keindahan tertentu.
Alam, merupakan salah satu inspirasi bagi masyarakat Minang dalam menciptakan sebuah tuturan. Orang Minang beranggapan, bahwa apa yang terjadi di alam ini, terjadi pula bagi setiap individu.Alhasil, terciptalah falsafah Alam Takambang Jadi Guru. Melalui alam, manusia dapat memetik berbagai macam pelajaran, melaui alam manusia dapat mencontoh, dengan kata lain alam menjadi guru terbaik dalam menaungi lautan kehidupan.
Namun, tetap saja tuturan yang tercipta di masing–masing daerah berbeda-beda. Hal ini, dipengaruhi oleh keadaan alam yang berbada-bada pula. Sering kita jumpai tuturan di suatu daerah bernada keras, hal ini dipengaruhi lingkungan geogravis tempat itu berdekatan dengan pantai, seperti di Pariaman. Begitu pula tuturan yang bernada lembut atau halus, hal ini juga sangat dipengaruhi oleh geogravis daerah tersebut yang berada di daerah pegunungan yang bersuasana tenang.
Di daerah Pariaman, letak geogravisnya berdekatan dengan pantai. Hal ini, melatari tereciptanya sebuah tuturan bernada agak keras. Karena, desiran ombak yang memekakan telinga, tidak memungkinkan masyarakat berbicara dengan nada yang lunak, hal itu akan dikalahkan oleh bunyi deburan ombak di sekitar pantai.
Walupun begitu, bukan berarti masyarakat Pariaman tidak mampu bertutur sapa dengan lemah lembut. Di dalam acara-acara yang bersifat saremonial, masyarakat Pariaman, tetap mempertahankan tuturan yang bernilai seni dan enak didengar. Tuturan tersebut di kenal dengan nama Pasambahan.
Berdasarkan tingkah laku orang yang berpasambaan ini, sambah bukan berarti bertekuk lutut dan bukan pula takluk kepada seseorang. Walupun Pasambahan berasal dari kata sambah (sembah), tetapi sembah di sisni diartikan sebagai sebuah acara yang beretika dan disuguhkan ketika dimulainya suatu pembicaraan, dengan sedikit merendahkan diri.
Sambah pada hakikatnya ialah kata kerja, kemudian berubah menjadi kata benda, yang terlebih dahulu mengalami afiksasi pa- dan -an, maka terangkailah menjadi Pasambahan.
Pasambahan merupakan penamaaan yang diberikan kepada sebuah dialog yang terjadi, yang sebelumnya telah dirangkai sedemikian rupa sehingga memiliki makna filosifis dan juga bernilai seni, yang terjadi antara dua pihak yaitu tuan rumah dengan Korong (masyarakat) sebagai undangan. Kegiatan ini,  terjadi dalam sebuah acara yang bersifat saremonial. Upacara tersebut ialah upacara perkawinan, pengangkatan penghulu, alek Nagari dan pengangkatan pengurus surau.
Di Minangkabau, tindak tutur berPasambahan sering ditemukan yaitu pada upacara perkawinan. Untuk melakukan kegiatan ini, akan selalu diawali dengan tradisi tutur Pasambahan, yang dimulai dari pembukaan alek yang disebut dengan naiak urang mudo hingga penutupan alek yaitu manulak urang mudo. Akan tetapi, yang lebih berpengaruh bagi kelancaran alek adalah Pasambahan naik urang mudo.
Namun, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa pengaruh yang besar bagi kebertahanan tuturan tersebut. Pengaruh yang ditimbulkan adalah, semakin terpinggirkan budaya tutur berpasambahan dalam lingkungan masyarakat Minang. Diperparah dengan mengglobalnya hiburan yang bersifat mederen Akibatnya, tradisi tutur berPasambahan yang akrab dengan kesehariannya, secara berangsur-angsur hilang. Padahal, di dalamnya serat dengan pesan-pesan moral. Hanya saja, kelemahan dari generasi penerus ialah ketidak mampuan mereka memahami makna dari teks tutur Pasamabahan tersebut.
Oleh karena itu, pengggunaan tradisi tutur Pasambahan di Minangkabau, mengalami kemunduran. Berkurangnya intensitas penggunaan membuat tindak tutur berPasambahan semakin tidak dikenal dalam kehidupan masyarakat Minang, terlebih lagi generasi muda. Ketradisiannya membuat generasi muda bosan, sehingga mereka cenderung menjauhi arena tutur Pasambahan tersebut. Dan diperparah dengan ketidakmengertian mereka terhadap rangkaian kata-kata adat yang tertuang dalam tindak tutur Pasambahan tersebut, sehingga membuat Pasambahan ini semakin terbelakang dalam  percaturan zaman.
Pola hidup merantau yang sudah berkembang dari dahulu hingga sekarang, menjadikan pasambahan semakin terbelakang di mata generasi muda. Seperti kata pituah adat ’’ karatau madang di hulu, babuah babungo balun, karantau bujang dahulu, di rumah paguno balun’’. Adanya anjuran seperti inilah yang membuat generasi muda terinspirasi untuk meninggalkan kampung halaman mereka untuk mengadu nasib di parantauan. Kalaupun, di antara mereka kemabali ke kampung halaman, jarang sekali di antara mereka untuk dapat tergabung kembali dengan budaya tradisi setempat. Sebab, selama ini mereka telah menyecap dan menyerap manisnya informasi dunia luar di kota besar. Akhirnya akan memperbesar budaya cuek dari generasi muida.
Sikap antipatis seperti ini, akan semakin mempertebal sikap acuh tak acuh generasi muda, pada initinya mereka menolak keberadaan tuturan Pasambahan ini walaupun sikap tersebut tidak diutarakannya. Mereka lebih memilih santai duduk di lapau menjelang selesainya Pasambahan ini, kemudian setelah itu baru mereka datang. Hal inipun, hanya sebatas menyaksikan hiburan yang dihidangkan tuan rumah. Dan terdapat pula di antara pemuda yang hadir dari awal, tetapi mereka tidak ikut tergabung dalam arena tuturan Pasambahan. Mereka lebih memilih duduk santai di luar rumah sambil bercengkrama dengan pemudi-pemudi yang hadir dalam perhelatan tersebut.
Pasambahan, terdiri dari beberapa bagian. Di antaranya pasambahan lakuang tinajuan, pasambahan siriah dan pasambahan mangabakan alek. Melalui pasambahan ini, kita dapat mengetahui tata cara masyarakat tersebut bertutur. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, tuturan tersebut tak obahnanya sebuah adu nyali, antara tuan rumah dengan masyarakat, pemetaforaan terhadap kalimat serta kiasan-kiasan yang digunakan menciptakan makna-makna yang dapat mengasah cara berfikir masyarakat. Analisis Pragmatig dengan pendekatan tindak tutur ilokusi ialah salah satu teori yang tepat untuk menmgupas makna yang dimaksudkan oleh penutur maupun mitra tutur.
Oleh karena itu, pengkajian terhadap pasambahan sangat perlu dilakukan. Kerana melalui pasambahan tersebut kita dapat mengetahui cara berfiukir masyarakat. Di samping itu, kita dapat mengetahui makna-makna apa saja yang disampaikan penutur kepada lawan tuturnya. Melalu gebrakan ini akan terungkap kenapa masyarakat Minangkabau selalu melaksanakan tradisi berpasambahan di setiap acara yang bersifat saremonial? Dan kenapa pula tradisi ini harus di pertahankan?.   

                                                                                                Mahasiswa Pasca Linguistik Budaya Unand

SEBUAH WACANA LISAN ‘’PASAMBAHAN LAKUANG TINJAUAN’’


Oleh: M.Yunis

Berbicara mengenai pasambahan sudah barang tentu sangat luas kajian terhadapnya. Ada masyarakat menamakannya dengan pasambahan upacara perkawinan, pasambahan pengangkatan penghulu, dan pasambahan upacara kematian. Ketiga jenis pasambahan ini dapat diumpamakan bak sebuah pohon, sebagai pohon pasambahan jelas mempunyai cabang-cabang, cabang terdiri dari ranting. Seperti di daerah rantau Pariaman, di dalam pelaksanaan upacara perkawinan terdapat pasa pasambahan upacara perkawinan (cabang) terdiri dari pasambahan naiak urang mudo, manjapuik marapulai dan pasambahan manulak urang mudo sebagai ranting.
Sebagai ranting pasambahan naiak urang mudo terdiri dari beberapa helai daun, di antaranya pasambahan lakuang tinjauan (mintak sifaik di Padang), pasambahan siriah, pasambahan makan,dan  pasambahan maurak selo. Kategori-kategori ini, perlu pembahasn lebih lanjut, serta membutuhkan waktu dan kesempatan lain untuk membahasnya. Agar penelaahan terhadapnya terfokus penulis akan mengambil salah satu sampel saja yaitu pasambahan lakuang tinjauan.
Pasambahan lakuang tinjauan, terjadi dalam upacara perkawinan pada masyarakat Pariaman. Pasambahan tersebut melibatkan dua pihak, di antaranya pihak tuan rumah dan masyarakat setempat. Tetapi, di dalam penuturan tidak melibatkan masyarakat secara keseluruhan, begitu juga halnya dengan tuan rumah. Dari pihak tuan rumah, akan diwakili oleh mamak rumah, dan pihak masyarakat akan diwakili oleh kapalo mudo (DPR Korong).
Kegiatan berpasambahan,  diawali ketika tuan rumah mengundang masyarakat untuk datang kerumahnya, tepatnya pada saat malam pertama dilaksanakannya upacara perkawinan atau malam bainai. Kegiatan mengundang masyarakat tersebut, sudah menjadi tradisi dari masyarakat Pariaman. Sebab, upacara perkawinan merupakan salah satu pelaksanaan dari adat istiadat yang harus ditempuh oleh seseorang ketika orang tersebut akan melepaskan masa lajangnya (bagi laki-laki) di Pariaman. Begitu pula halnya dengan perempuan, dia akan menemukan upacara yang sama disaat di dipersuamikan. Maka dari itu, kegiatan yang cukup besar ini mebutuhkan tenaga yang cukup besar pula untuk melaksanakan.
Unsur-unsur yang membangun pasambahan ini ialah adanya kapalo mudo dan silang nan bapangka. Kapalo mudo, merupkan orang yang dipilih secara adat untuk menjalankan tugas sebagai pelaksana adat istiadat setempat. Kapalo mudo dapat diartikan dengan pemimpin dari orang-orang muda atau koordinator istilah sekarang. Dinamakan dengan kapalo mudo, karena upacara tersebut didominasi oleh orang-orang yang muda saja.Kalaupun ada terdapat orang-orang tua, tapi hanya sebatas tempat beriya atau musyawarah, dan kehadirannya tidak diwajibkan secara keseluruhan, namun kehadirannya tetap penting bagi kelancaran upacara tersebut.
Dalam pelaksanaan tugasnya, kapalo mudo akan dibantu oleh pemuda-pemuda yang menyertainya. Hal itu, berkaitan dengan masalah teknisi, dan segala macam masalah yang membutuhkan tenaga yang besar untuk menyelesaikannya. Seperti, mendirikan tenda-tenda, menjemput marapulai (mempelai) ataupun menjalang anak daro (mempelai wanita). Kesimpulannya, pemuda-pemuda di bawah komando kapalo mudo mempunyai peran yang sangat penting bagi kelancaran upacara perkawinan tersebut.
Silang nan bapangka, merupakan julukan yang diberikan kepada tuan rumah. Dinamakan dengan silang nan bapangka, karena dari tuan rumahlah berawal masalah. Jika diartikan silang berarti masalah, nan bapangka artinya yang berpangkal, atau berawal. Jadi silang nan bapangka, merupakan tempat berawalnya suatu masalah.Tetapi, pada saat pasambahan berlangsung, tidak seluruhnya silang nan bapangka dilibatkan secara aktif. Sebagai penyambung lidah, silang nan pangka akan diwakili oleh salah seorang saja. Biasnya orang yang tertua atau yang dituakan dalam rumah tersebut, di Minagkabau di sebut juga dengan mamak rumah. Pada saat pasambahan berlangsung, mamak tetap saja tidak dapat memutuskan masalah yang dikemukan oleh kapalo mudo tersebut seorang diri. Untuk itu, mamak akan memusyawarahkanya dengan silang nan bapangka yang ada pada saat itu.
Ketika tuturan adat berlangsung, akan terjadi dialog anatar kapalo mudo dari pihak masyarakat dengan mamak rumah dari silang nan bapangka. Hal ini, berawal dari perundingan kapalo mudo sebagai lakuang tinjauan (peninjau). Maka, pada saat ini mamak rumah akan mengemukakan tujuannya mengundang masyarakat untuk hadir pada saat itu. Dalam memperjuangkan tercapainya tujuan tersebut, maka terjadilah silat lidah (permainan kata-kata) antara tuan rumah (mamak) dengan masyarakat (kapalo mudo).
Di dalam pelaksanaan upacara tersebut, mamak rumah akan berkata dengan nada-nada seolah-olah merendah diri ataupun menghiba kepada masyarakat supaya pekerjaannya yang berat dapat pertolongan dari masyarakat. Karena, tugas tersebut sangat tidak mungkin dilakukan oleh tuan rumah sendiri. Untuk itu, sangat dibutuhkan masyarakat sebagai penolong. Atas dasar kata-kata yang merendah ataupun menghiba inilah lahir kata-kata sambah, manyambah (sembah, menyembah) atau memohon, maka terciplahlah pasambahan yang artinya sengaja memohon. Di samping itu, sudah menjadi kebiasaan dari masyarakat Pariaman, ketika ada di antara anggota masyarakat yang akan mengadakan upacara seperti ini, maka anak yang akan dinobatkan menjadi pengantin tersebut dianggap anak bersama atau anak masyarakat dan kemenakan masyarakat.
Pasambahan lakuang tinjuan, merupakan dialog antara mamak rumah dengan masyarakat setempat. Pembahasan di dalamnya, berkisar tentang pelaksanaan upacara perkawinan, hal ini diutarakan oleh mamak rumah kepada kapalo mudo.
Dalam dialog tersebut, terjadi permaian kata antara tuan ruamah dengan masyarakat. Deangan bermodalkan kelihaian kedua belah pihak, masing-masingnya akan berusaha menciptakan kata-kata dan bunyi seindah mungkin. Sehingga, dalam tuturan tersebut tersirat berbagai macanm makna yang di eplisitkan penyampaiannya. Pengeplisitan makna tersebut menciptakan dan melatih logika berfikir individu masyarakat. Kepekaan berfikir inilah yang melatarbelakangi terciptanya pepatah yang cukup terkenal di Minangkabau. Contohnya ’’kilek camin lahkamuko, kilek baliuang ka kaki atau bakilek ikan dalam aia, alah tantu jantan batinonyo’’, serta masih banyak lagi pepetah-pepatah yang seperti itu dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Makna-makna yang dieplisitkan tersebut, di antaranya makna Arsertif (menyatakan), Responsives (menjawab), Requetives (meminta), Permissives (menyetujui) dan Comissives promise (menjanjikan). Makna-makna tersebut, sengaja diciptakan berdasarkan kebutuhan kedua penutur akan kepekaan berfikir dalam hidup bermasyarakat. Contohnya, makna manjanjikan, sengaja diciptakan oleh penutur maupun mitra tutur, karena di dalam memutuskan suatau masalah dibutuhkan musyawarah. Ketika penutur mengemukakan suatu masalah kepada mitra tutur, maka mitra tutur akan menyatakan dirinya berjanji untuk menjawab dan membahas masalah tersebut, setelah musyawarah dilakukan dengan kerabat dekatnya. Begitu pulahalnya dengan makna-makna meminta, menjawab, menyetujui, dan menyatakan. Artinya setiap individu masyarakat Pariaman, sangat menghargai individu lain yang berada di sekitarnya.
Di dalam pasambahan ini, terjadi pertukaran kedudukan atau posisi bertutur dari kedua orang yang bertutur. Adakalanya mamak rumah mejadi mitra tutur dan ada pula kalanya mamak rumah menjadi penutur, begitupula halnya dengan kapalo mudo.
Inilah skelumit tentang pasambahan lakuang tinjauanan (mintak sifat/minta izin) di Pariman. Mungkin masih banyak wacana-wacana lain yang berkembang berkaitan dengan pasambahan sebagai salah satu tradisi lisannya orang Minang. Hal ini, tergantung pada kita, sebagai orang Minang, apakah kita mau mengangkat wacana tersebut ke permukaan atau tidak ? jawabannya tergantung ke pada pribadi masing-masing individu Minang itu sendiri. 

                                                            Mahasiswa Pasca Linguistik Budaya Sastra Unand

Link

Pemberian tahu!

  • Selamat kepada Nurhasni, Alumni Sastra Minangkabau Angkatan 2000 yang telah memperoleh beasiswa dari FORD FOUNDATION INTERNATIONAL FELLOWSHIPS PROGRAM DI INDONESIA , untuk melanjutkan program Masternya. Semoga selalu berjaya!
  • Selamat kepada Ibu Drs. Zuriati, M. Hum sudah diterima di Universitas Indonesia untuk melanjutkan program Doktor, semoga jalannya selalu dilapangkan oleh Allah SWT.Amin!
  • selamat kepada Hasanadi. SS, telah diterima di Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional

Blog Alternatif

Siapakah Peneliti Melayu Yang Paling Anda Kagumi?

Istana

Istana
Rumah Kami
Powered By Blogger

Arsip Blog

Mengenai Saya

Foto saya
Pariaman, Sumatra Barat, Indonesia
SEMOGA TULISAN TERSEBUT BERMANFAT BAGI PEMBACA, DILARANG KERAS MENGUTIP BAIK KATA-KATA, MAUPUN MENCIPLAK KARYA TERSEBUT, KARENA HAL TERSEBUT ADALAH PENGHIANATAN INTELEKTUAL YANG PALING PARAH DI DUNIA INI, KECUALI MENCANTUMKAN SUMBERNYA.

Bagimana Penilaian Anda tentang Blog ini?

Cari Blog Ini

Daftar Blog Saya

Pengikut

Sastra Minangkabau Headline Animator

SEJARAH MARXIS INDONESIA

UNIVERSITAS

GEDUNG KESENIAN DAN TEATER

LOVE

Al-Qur'an dan Al-Hadist


Tan Malaka

1897 - 1949

1921 SI Semarang dan Onderwijs

1925 Menuju Republik Indonesia (Naar de 'Republiek Indonesia')

1926 Semangat Muda

Aksi Massa

1943 Madilog

1945 Manifesto Jakarta

Politik

Rencana Ekonomi Berjuang

Muslihat

1946 Thesis

1948 Islam Dalam Tinjauan Madilog

Pandangan HidupKuhandel di Kaliurang

GERPOLEK (GERilya - POLitik - EKonomi)

Proklamasi 17-8-1945, Isi dan Pelaksanaannya

Tan Malaka (1921)

Sumber: Yayasan Massa, terbitan tahun 1987

Kontributor: Diketik oleh Abdul, ejaan diedit oleh Ted Sprague (Juni 2007)

Kekuasaan Kaum – Modal Berdiri atas didikan yang berdasar kemodalan.
Kekuasaan Rakyat hanyalah bisa diperoleh dengan didikan kerakyatan.

Kata Pengantar Penerbit

Lagi sebuah buku kecil (brosur) Tan Malaka berjudul “SI Semarang dan Onderwijs”, yang ejaan lama telah kita sesuaikan dengan ejaan baru, dan juga telah kita tambah dengan daftar arti kata-kata asing hal 34-36.

Brosur ini diterbitkan di Semarang pada tahun 1921 oleh Serikat Islam School (Sekolah Serikat Islam). Karya pendek Tan Malaka ini sudah termasuk: “Barang Langka”. Brosur ini merupakan pengantar sebuah buku yang pada waktu itu akan ditulis oleh Tan Malaka tentang sistem pendidikan yang bersifat kerakyatan, dihadapkan pada sistem pendidikan yang diselenggarakan kaum penjajah Belanda. Bagaimana nasib niat Tan Malaka untuk menulis buku tentang pendidikan merakyat itu, kami sebagai penerbit kurang mengetahuinya. Mungkin Tan malaka tidak sempat lagi menulisnya karena tidak lama kemudian beliau dibuang oleh penjajah Belanda karena kegiatan perjuangannya dan sikapnya yang tegar anti kolonialisme, imperialisme dan kapitalisme. Terserah kepada penelitan sejarah Bangsa Indonesia nantinya untuk menelusuri perkara ini. Yang jelas tujuan Tan Malaka dalam pendidikan ialah menciptakan suatu cara pendidikan yang cocok dengan keperluan dan cita-cita Rakyat yang melarat !

Dalam hal merintis pendidikan untuk Rakyat miskin pada zaman penjajahan Belanda itu, tujuan utama adalah usaha besar dan berat mencapai Indonesia Merdeka. Tan Malaka berkeyakinan bahwa “Kemerdekaan Rakyat Hanyalah bisa diperoleh dengan DIDIKAN KERAKYATAN” menghadapi “Kekuasan Kaum Modal yang berdiri atas DIDIKAN YANG BERDASARKAN KEMODALAN”.

Jadi, usaha Tan Malaka secara aktif ikut merintis pendidikan kerakyatan adalah menyatu dan tidak terpisah dari usaha besar memperjuangkan kemerdekaan sejati Bangsa dan Rakyat Indonesia.

Untuk sekedar mengetahui latar-belakang mengapa Tan Malaka sebagai seorang pejuang besar dan revolusioner itu sadar dan dengan ikhlas terjun dalam dunia pendidikan pergerakan Islam seperti Sarekat Islam ? Tidak lain karena keyakinannya bahwa kekuatan pendorong pergerakan Indonesia itu adalah seluruh lapisan dan golongan Rakyat melarat Indonesia, tidak perduli apakah ia seorang Islam, seorang nasionalis ataupun seorang sosialis.

Seluruh kekuatan Rakyat ini harus dihimpun dan disatukan untuk menumbangkan kolonialisme Belanda di Tanah Air kita. Persatuan ini harus di tempat di kawah candradimukanya perjuangan menumbangkan kolonialisme dan imperialisme. Inilah mengapa Tan Malaka pun tidak ragu-ragu dan secara ikhlas terjun dalam dunia pendidikan masyarakat Islam. Dalam lingkungan pendidikan Serikat Islam yang merupakan pergerakan rakyat yang hebat pada waktu itu. Jangan pula dilupakan bahwa usia Tan Malaka pada waktu itu masih sangat muda.

Memasuki ISI dari karya pendek Tan Malaka ini, dikemukakan oleh Tan Malaka TIGA TUJUAN pendidikan dan kerakyatan sebagai berikut :

1. Pendidikan ketrampilan/Ilmu Pengetahuan seperti : berhitung, menulis, ilmu bumi, bahasa dsb. Sebagai bekal dalam penghidupan nanti dalam masyarakat KEMODALAN.
2. Pendidikan bergaul/berorganisasi serta berdemokrasi untuk mengembangkan kepribadian yang tangguh, kepercayaan pada diri sendiri, harga diri dan cinta kepada rakyat miskin.
3. Pendidikan untuk selalu berorientasi ke bawah.

Si Kromo, si-Marhaen, si-Murba tanpa memandang kepercayaan agama, keyakinan dan kedudukan mereka, dalam hal ini termasuk golongan-golongan rakyat miskin lainnya.

Ketiga TUJUAN pendidikan kerakyatan tersebut telah dirintis oleh Tan Malaka dan para pemimpin Rakyat lainnya seperti Ki Hajar Dewantara, Muhammadiyah, pesantren-pesantren Nahdatul Ulama, SI dsb. Semua usaha, pengorbanan mereka itu tidak sedikit sahamnya dalam Pembangunan Bangsa/National Building dan dalam membangkitkan semangat perjuangan memerdekakan Rakyat Indonesia dari belenggu penjajahan. Merek atelah memberikan yang terbaik dalam hidup mereka kepada Bangsa dan Rakyat Indonesia. Mereka telah tiada, tetapi jiwanya yang menulis, jiwa-besar mereka, pikiran-pikirannya yang agung akan tetap hidup sepanjang zaman.

Akhir kata dikutip di bawah ini ucapan tokoh besar pergerakan kemerdekaan dan pemimpin besar Presiden Amerika Serikat ABRAHAM LINCOLN sebagai berikut :

“WE MUST FIRST KNOW WHAT WE ARE, WHERE WE ARE AND WHERE WE ARE GOING, BEFORE SAYING WHAT TO DO AND HOW TO DO IT”

”Pertama-tama harus diketahui Apa kita, dan Dimana Kita serta Kemana Kita akan pergi, sebelum mengatakan apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukanya”.

Penerbit,

Yayasan Massa, 1987